PETI di Tolitoli dan Sungai Tabong Marak Lagi, Dimodali Oknum Pengusaha Emas
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) kembali berlangsung di Kabupaten Tolitoli dan Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
Salah satunya adalah yang dikelola oknum bernama Wawan yang dicukongi oknum pengusaha Toko Emas di Kota Tolitoli yang bernama Wandi, yang sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir.
Jika sebelumnya para perusak lingkungan ini merambah lokasi tambang emas ilegal di kilo 16 Desa Janja, Kecamatan Lampasio Kabupaten Tolitoli, kini mereka telah memasuki wilayah Sungai Tabong di Kabupaten Buol dengan membawa dua unit alat berat jenis eksavator.
Saat ditemui di tokonya, oknum Wandi awalnya mengelak sebagai penyandang dana dalam operasi tambang ilegal di wilayah Tolitoli dan Buol.
Namun saat diperlihatkan beberapa bukti, akhirnya ia mengakui sebagai pemodal dari tambang ilegal yang dikelola Wawan dalam tiga bulan terakhir.
“Sebelum bulan puasa lalu mereka menggarap lokasi tambang emas di kilo 16 Desa Janja. Setelah lebaran kemarin mereka pindah ke Sungai Tabong di Kabupaten Buol,” ungkap salah satu pekerja yang enggan disebut namanya sebagaimana dilansir JurnalNews.id.
Terkait hal tersebut, fahrul Baramuli aktivis muda NU yang juga mantan Sekretaris Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Tolitoli kembali menyoroti persoalan penambangan liar yang terjadi di Sungai Tabong.
Fahrul mengungkapkan bahwa penambangan tabong bukan hanya penambangan ilegal, tapi juga memiliki dampak krusial terhadap kondisi alam di kabupaten tolitoli.
Menurut Fahrul, salah satunya banjir di bambuan itu, merupakan dampak penggundulan hutan di wilayah tabong. Dimana ketika curah hujan yang tinggi, maka rembesan air itu akan mengalir di beberapa jalur sungai dan salah satunya merembes sampai ke desa bambuan.
“Jadi kerusakan hutan di wilayah Tabong berdampak pada tingginya volume air yang turun ke wilayah desa bambuan. Dengan kondisi ini, maka Bambuan semakin parah,'” terang Fahrul
Kasus tambang ilegal tabong ini bukan kali ini saja, bahkan sudah ada tersangka atas laporan kami sebelumnya, namun semua sia-sia karena tidak ada penyelesaian hukum.
“Kami heran dengan Polda Sulteng,” tegasnya.