Laporan Terhadap Jurnalis Hendly Mangkali Dikecam: AMSI, JMSI dan SMSI Sebut Ini Ancaman Kebebasan Pers di Sulteng
Langkah hukum yang ditempuh anggota DPD RI Febrianti Hongkiriwang terhadap jurnalis Hendly Mangkali memicu gelombang kecaman luas di Sulawesi Tengah.
Kasus ini tak hanya memantik perdebatan tentang batasan kebebasan berekspresi, tapi juga menggugah pertanyaan besar. Apakah jurnalis masih aman menyampaikan fakta di daerah?
Hendly, yang merupakan jurnalis dari media daring Beritamorut.id, dilaporkan ke Polda Sulteng atas dugaan pencemaran nama baik melalui UU ITE, hanya karena membagikan tautan beritanya sendiri ke media sosial. Laporan tersebut datang dari seorang pejabat publik, Febrianti, yang juga istri Bupati Morowali Utara.
“Apa yang dilakukan Hendly adalah kerja pers yang dijamin UU Pers. Mengkriminalisasi jurnalis dengan UU ITE karena membagikan karya jurnalistiknya di media sosial adalah kemunduran serius bagi demokrasi,” ujar Mohammad Iqbal, Ketua AMSI Sulteng.
Senada dengan itu, Ketua JMSI Sulteng, Murthalib, menegaskan bahwa tindakan ini mengancam ruang aman bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya.
“Kalau jurnalis dikriminalisasi hanya karena memberitakan hal yang publik perlu tahu, maka siapa lagi yang akan berani menyuarakan kebenaran?” katanya.
Sekretaris SMSI Sulteng, Andi Attas Abdullah, ikut menyoroti pelanggaran prosedur penyelesaian sengketa pers. Ia menegaskan bahwa sengketa pemberitaan semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan dengan laporan pidana.
“Kami minta polisi menghentikan proses ini dan mengembalikan pada koridor yang benar,” tegasnya.
Kasus ini memunculkan kekhawatiran bahwa penggunaan pasal karet dalam UU ITE terhadap jurnalis masih menjadi ancaman serius di Indonesia, terutama di wilayah yang pejabat publiknya sensitif terhadap kritik atau pemberitaan yang tidak menyenangkan.
Ketiga organisasi pers, AMSI, JMSI, dan SMSI mengajak seluruh insan media untuk bersolidaritas mendukung Hendly Mangkali. Mereka juga mendesak Dewan Pers turun tangan aktif, serta meminta kepolisian bertindak bijak agar kerja jurnalistik tidak terus-menerus digiring ke ruang tahanan.
Karena ketika seorang jurnalis bisa dikriminalisasi hanya karena membagikan link beritanya sendiri, maka yang sedang diadili bukan hanya individu, melainkan kebebasan pers itu sendiri.***