FPK Segel Kantor PT CPM dengan Kain Kuning, Tuntut Penghentian Tambang
Front Pemuda Kaili (FPK) hari ini, Selasa, 11 Februari 2025 melakukan aksi penyegelan kantor PT Citra Palu Mineral (CPM) dengan kain kuning sebagai bentuk peringatan keras atas aktivitas tambang perusahaan yang dinilai merusak lingkungan dan budaya masyarakat Kaili.
Penyegelan ini menjadi simbol ancaman serius bagi siapa pun yang melanggar batas adat mereka.
Ketua FPK, Erwin Lamporo, dengan nada tegas menyatakan bahwa aksi tersebut adalah puncak dari kemarahan warga.
“Kami sudah cukup sabar. PT CPM harus tahu bahwa jika mereka terus menerus merusak alam dan budaya kami, mereka akan menghadapi akibat yang tidak hanya hukum, tetapi juga sanksi adat yang jauh lebih berat. Kami tidak akan ragu untuk menjalankan tradisi kami,” ujarnya dengan suara penuh emosi.
Kain kuning yang digunakan sebagai segel memiliki makna khusus bagi masyarakat Kaili. Dalam budaya lokal, kain tersebut melambangkan peringatan serius yang tidak boleh diabaikan. Menurut Erwin, siapapun yang mencoba membuka segel itu tanpa izin akan dikenai sanksi adat.
“Kami akan meminta pertanggungjawaban kepada siapa pun yang berani membuka segel ini. Tidak ada maaf bagi mereka yang melanggar aturan adat kami,” tambahnya.
Aksi penyegelan ini tidak hanya sekadar simbolis, tetapi juga menjadi wujud perlawanan masyarakat terhadap aktivitas penambangan yang terus mengancam kelangsungan hidup mereka. Warga Kaili telah lama mengeluhkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh operasi PT CPM, seperti pencemaran air dan tanah yang berdampak pada hasil pertanian mereka.
“Perusahaan ini tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga menginjak-injak hak adat kami. Kami sudah cukup melihat kehancuran alam kami, dan kali ini kami akan bertindak tegas. Jika mereka tidak berhenti, kami akan mengambil langkah lebih besar yang tak terbayangkan,” ucap Erwin dengan tatapan tajam.
Warga Kaili, yang secara turun-temurun menghuni wilayah tersebut, merasakan dampak langsung dari eksploitasi tambang yang dilakukan tanpa memerhatikan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, mereka merasa semakin terpinggirkan oleh perusahaan besar yang hanya berfokus pada keuntungan ekonomi.
FPK menegaskan, bahwa aksi ini adalah bagian dari rangkaian langkah panjang yang akan terus berlanjut hingga PT CPM menghentikan operasi tambangnya atau menyesuaikan diri dengan aturan adat dan lingkungan yang berlaku.
“Kami tidak akan berhenti sampai hak kami dihormati. Ini bukan sekadar protes biasa, ini adalah bentuk perlindungan terhadap masa depan generasi kami,” ujar seorang anggota FPK lainnya.
Sebagai penutup, FPK mengingatkan bahwa sanksi adat yang diberikan kepada pelanggar segel bukanlah ancaman kosong. Dalam tradisi Kaili, sanksi adat bisa sangat berat, bahkan lebih menakutkan dibandingkan hukuman hukum formal.
“Ini adalah peringatan terakhir kami kepada PT CPM,” tegas Erwin di akhir aksinya.***