Rusdy Mastura Tegaskan Penonaktifan Sekdaprov Sulteng Sesuai Aturan
Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura, kembali menegaskan bahwa langkahnya menonaktifkan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Novalina telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penegasan ini disampaikan pada Jumat pagi, 3 Januari 2025, di sebuah diskusi santai bersama awak media di Warkop Jalan Masjid Raya, Palu.
Pria yang akrab disapa Cudy ini menyebut, bahwa penonaktifan tersebut dilakukan karena Novalina, sebagai bawahannya, tidak menjawab sejumlah pertanyaan penting yang ia ajukan. Hal itu dinilai menjadi bentuk ketidakmampuan Sekdaprov untuk memenuhi tanggung jawab sebagai penanggung jawab administrasi pemerintahan.
“Kalau gubernur tanya, mestinya dijawab. Ini tidak dijawab. Kalau nanti dia menjawab dan minta maaf, ya dimaafkan. Tapi ini langkah untuk membuat pejabat tahu diri bahwa ada atasan,” jelas Rusdy kepada wartawan.
- Penonaktifan: Hak Gubernur atau Presiden?
Rusdy menekankan bahwa penonaktifan berbeda dengan pemberhentian, yang sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden. “Gubernur punya hak untuk menonaktifkan sementara, bukan memberhentikan. Pemberhentian itu wewenang Presiden. Prosesnya pun harus melalui usulan dari gubernur, bupati, atau wali kota,” ujarnya.
Ia juga mengaku telah menyampaikan surat terkait penonaktifan ini kepada Sekretariat Negara (Setneg) RI dan berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.
Sementara, menurut Tenaga Ahli Gubernur Bidang Komunikasi, Andono Wibisono, surat tersebut telah diterima dan mendapatkan respons positif.
- Landasan Hukum Penonaktifan
Rusdy mengacu pada sejumlah dasar hukum yang mengatur penonaktifan pejabat, termasuk Sekdaprov:
- Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Pemerintahan.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 74 Tahun 2020 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Pemerintahan.
Selain itu, kondisi yang memungkinkan seorang pejabat seperti Sekdaprov untuk dinonaktifkan meliputi:
- Pelanggaran disiplin dan etika,
- Keterlibatan dalam tindak pidana,
- Kegagalan dalam melaksanakan tugas,
- Kondisi kesehatan yang memburuk,
- Konflik kepentingan, atau
- Untuk kepentingan penyelidikan sementara.
Prosedur Penonaktifan
- Gubernur melakukan evaluasi kinerja Sekda.
- Gubernur mengeluarkan surat keputusan (SK) penonaktifan.
- Gubernur menunjuk pejabat pengganti sementara.
- Penonaktifan dikomunikasikan kepada pihak terkait.
- Penegasan untuk Pembinaan
Bagi Rusdy, langkah ini adalah bentuk pembinaan dan peringatan tegas bagi pejabat agar memahami posisi mereka dalam struktur pemerintahan. “Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal tanggung jawab. Gubernur harus memastikan semua pejabat bekerja sesuai aturan dan menjawab setiap permintaan atasan,” tambahnya.
Langkah Rusdy Mastura ini tidak hanya memanaskan dinamika di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, tetapi juga membuka diskusi soal batas kewenangan kepala daerah dalam mengambil tindakan terhadap pejabat administrasi tertinggi seperti Sekdaprov. ***