Sulawesi Tengah dikenal sebagai surga tambang, dengan cadangan nikel terbesar dan kekayaan mineral lainnya yang membuat mata dunia tertuju. Namun ironisnya, kekayaan itu belum sepenuhnya tercermin dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan masih bertahan di angka lebih dari 11 persen.

Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. H. Anwar Hafid, M.Si, menyebut keadaan ini sebagai paradoks yang menyakitkan. Dalam pertemuan dengan sejumlah perusahaan tambang besar di ruang Polibu, Kamis (24/4), ia menantang industri untuk berhenti sekadar mengambil sumber daya dan mulai aktif berkontribusi membangun kesejahteraan.

“Saya harap teman-teman bisa mengambil peran dalam program-program BERANI lewat CSR dan Community Development perusahaan,” kata Anwar, yang secara khusus menyoroti perusahaan dari Morowali dan Morowali Utara.

Ia menyebut beasiswa pendidikan tinggi hingga ke Tiongkok sebagai salah satu contoh nyata kontribusi yang bisa diberikan perusahaan. Negara itu kini menjadi pusat pengembangan teknologi global, peluang ini, menurutnya, bisa diakses oleh anak-anak cerdas asal Sulteng, jika dibantu oleh dunia industri.

Anwar juga menantang perusahaan untuk membangun rumah sakit bertaraf internasional di Sulteng. Tujuannya jelas: agar warga tidak harus ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri untuk berobat.

Dua sektor yang disebutnya, pendidikan dan kesehatan bukan sekadar program sosial, tapi bentuk tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat di tempat mereka beroperasi.

“Walau habis nikel kami, tapi bapak sudah mewariskan SDM kepada kami,” ucapnya menekankan bahwa pembangunan manusia adalah investasi paling berharga.

Di sisi lain, Anwar mengingatkan bahwa kontribusi perusahaan tidak hanya harus hadir dalam bentuk sosial, tetapi juga fiskal. Ia menyoroti rendahnya pemasukan dari pajak bahan bakar minyak di Sulteng, yang hanya berkisar Rp300 miliar per tahun. Angka ini jauh tertinggal dibanding Kalimantan Timur yang mampu mengumpulkan hingga Rp7 triliun dari sektor serupa.

Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasan soal jumlah kendaraan dan alat berat perusahaan tambang serta sumber pengambilan BBM mereka. Ia meminta transparansi penuh agar potensi penerimaan pajak daerah bisa dioptimalkan.

Tak kalah penting, banyak perusahaan yang masih menggunakan NPWP luar daerah meski seluruh operasinya berada di Sulteng. Anwar menegaskan pentingnya memiliki kantor dan nomor pajak di provinsi ini, agar hasil pajaknya juga dinikmati masyarakat lokal.

“Dengan begitu, komunikasi dan koordinasi dengan pemda juga lebih cepat,” katanya.

Ia juga menyoroti praktik penggunaan kendaraan berpelat luar daerah oleh perusahaan, yang mengakibatkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor tidak masuk ke kas daerah. Pajak air permukaan dan bea balik nama kendaraan pun jadi perhatian, karena potensi penerimaan dari sektor ini belum maksimal.

“Semuanya sudah punya peraturan, tinggal kita jalan,” ujarnya singkat, menekankan bahwa perangkat hukum sudah ada dan tinggal diimplementasikan.

Anwar juga menyinggung keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di lebih dari satu kabupaten dalam provinsi. Jika tak diatur dengan baik, pendapatan daerah dari sektor ini bisa tidak tercatat dengan benar.

Ia mengkritisi pelatihan Bahasa Indonesia bagi TKA yang dinilai tidak berjalan optimal.

“Pernah ketemu tenaga kerja asing, saya uji pakai Bahasa Indonesia yang umum tapi tidak bisa padahal sudah ada pelatihan,” ungkapnya. Bahkan pertanyaan sederhana seperti “apakah sudah makan” tidak bisa dimengerti oleh pekerja asing tersebut.

Sebagai solusi, Pemprov menggandeng Universitas Tadulako dan lembaga pelatihan bahasa untuk menggelar kursus Bahasa Mandarin secara gratis bagi masyarakat lokal. Tujuannya adalah menyiapkan tenaga penerjemah yang bisa diserap ke dalam industri, khususnya di kawasan tambang Morowali dan Morowali Utara.

Di sektor pendidikan vokasi, program BERANI Cerdas menjadi andalan. Mulai tahun ini, Pemprov Sulteng menanggung seluruh biaya prakerin dan uji kompetensi siswa SMK. Gubernur meminta agar perusahaan tidak menutup pintu bagi lulusan SMK lokal, baik untuk magang maupun bekerja setelah lulus.

“Tolong diterima kalau mereka selesai dan kalau mereka praktek,” pesannya lugas.

Pertemuan itu dihadiri oleh jajaran pejabat Pemprov, seperti Wakil Gubernur dr. Reny A. Lamadjido, Staf Ahli Gubernur Ihsan Basir, Kadis Nakertrans Drs. Arnold Firdaus, Kadis Pendidikan Yudiawati V. Windarrusliana, Kadis PTSP Moh. Rifani Pakamundi, Plt Kadis Perindag Mira Yuliastuti, dan sejumlah pengawas tenaga kerja.

Dari pihak korporasi, tampak hadir perwakilan dari IMIP, GNI, Hengjaya Mineralindo, Wanxiang, dan MSS.

Di akhir pertemuan, Gubernur Anwar Hafid mengajak seluruh perusahaan untuk menyamakan visi: kehadiran mereka harus membawa manfaat nyata, tidak hanya bagi bisnis tapi juga untuk daerah dan bangsa.

“Saya ingin punya satu visi yang sama agar kehadiran perusahaan bisa bermanfaat bagi bangsa dan daerah, utamanya rakyat Sulawesi Tengah,” pungkasnya.***