Perjalanan hidup Fanny Kondoh bukan sekadar kisah cinta, tetapi juga tentang pengorbanan, keteguhan iman, dan keajaiban yang datang di saat paling tak terduga.

Dari pertemuan pertamanya dengan almarhum suaminya, Kondo-san atau lebih dikenal dengan Papa Udon, hingga perjuangan panjang melawan kanker, kisah ini adalah bukti bagaimana cinta sejati tak berhenti meskipun maut memisahkan.

Namun, lebih dari itu, kisahnya juga mengajarkan tentang ketabahan menghadapi kehilangan dan harapan yang tumbuh melalui keajaiban yang ia kandung di dalam rahimnya, anak yang lahir dari wasiat terakhir sang suami.

Cinta yang Dimulai dari Kasir Restoran

Pertemuan Fanny dan Kondo-san terjadi di sebuah restoran Marugame Udon di Semarang. Saat itu, Fanny bekerja sebagai kasir, sementara Kondo-san adalah seorang General Manager yang datang untuk mengawasi pembukaan cabang baru.

Fanny mengaku bahwa dari pertemuan pertama, hatinya sudah berkata bahwa pria Jepang yang berdiri di depannya ini akan menjadi suaminya.

“He is gonna be my husband,” kenangnya saat pertama kali berjabat tangan dengan Kondo-san.

Hubungan mereka berkembang dari komunikasi jarak jauh hingga akhirnya Kondo-san melamar Fanny dengan serius dan membawa keluarganya untuk bertemu dengan ibu Fanny di Jawa Timur.

Namun, perjalanan mereka tak selalu mudah. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah perbedaan keyakinan. Kondo-san, yang saat itu adalah seorang ateis, akhirnya memutuskan untuk mualaf setelah mengalami banyak pertimbangan dan pencarian spiritual.

“Aku ingin kita bukan hanya bersama di dunia ini, tapi juga di akhirat,” ujar Fanny kepada suaminya saat itu.

Setelah melalui proses mendalam, Kondo-san akhirnya mengucapkan syahadat dan memeluk Islam dengan keyakinan penuh.

Perjuangan Melawan Kanker dan Wasiat Terakhir untuk Sang Anak

Kebahagiaan mereka terus berlanjut, tetapi cobaan datang ketika Kondo-san didiagnosis mengidap kanker kandung kemih stadium awal.

Awalnya, dokter memperkirakan usia Kondo-san hanya tersisa dua tahun, namun dengan perawatan intensif, ia bertahan hingga lima tahun. Dalam kondisi yang semakin menurun, satu hal yang selalu ia ulang-ulang kepada Fanny adalah keinginannya untuk memiliki anak.

Fanny telah mencoba berbagai cara untuk hamil secara alami, namun tak kunjung berhasil. Program bayi tabung menjadi satu-satunya harapan mereka. Namun, dua kali percobaan pertama gagal.

Di tengah keputusasaan, dokter akhirnya menemukan bahwa darah Fanny terlalu kental, sehingga janin sulit bertahan. Setelah dilakukan perawatan medis, mereka memutuskan untuk melakukan satu kali lagi embrio transfer.

Saat proses ini berlangsung, kondisi Kondo-san semakin memburuk. Dokter di Singapura akhirnya mengungkapkan kenyataan pahit bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya.

Mereka pulang ke Jepang untuk terakhir kalinya agar Kondo-san bisa berpamitan dengan keluarga, termasuk mantan istrinya dan ketiga anaknya.

Sekembalinya ke Indonesia, Fanny akhirnya menjalani transfer embrio pada Senin pagi. Keesokan harinya, Kondo-san masuk rumah sakit dan seminggu kemudian ia wafat.

Di saat-saat terakhirnya, Kondo-san yang sudah dalam keadaan sakaratul maut meletakkan tangannya di perut Fanny dan berdoa,

“Ya Allah, lindungilah anak dan istriku. I’m okay if I have to go, but protect my wife and my baby,” pintanya.

Kemudian ia mengucapkan “I love you”, disaksikan oleh adik Fanny. Setelah itu, ia menghembuskan napas terakhir dengan mengucapkan kalimat syahadat.

Keajaiban Hamil di Tengah Duka

Di tengah rasa kehilangan yang begitu dalam, Fanny dilarikan ke rumah sakit karena stres dan kehilangan berat badan drastis. Namun, sebuah firasat membuatnya meminta dokter untuk melakukan tes kehamilan.

Hasilnya? Beta HCG menunjukkan angka ribuan, tanda awal kehamilan yang positif.

Fanny masih tak percaya bahwa di saat ia kehilangan sosok yang paling dicintainya, ia justru diberikan keajaiban dalam bentuk kehidupan baru.

“Seperti yang saya bilang, bayi ini akan menggantikan ayahnya untuk melindungi ibunya,” katanya.

Fanny akhirnya memutuskan untuk memberi nama anaknya Kazuki Musa Kondo, yang berarti ketenangan dan kebahagiaan bagi semua orang.

Membeli Makam Sebelum Ajal Tiba

Salah satu hal yang sempat viral adalah keputusan Fanny dan Kondo-san membeli makam sebelum Kondo-san wafat.

Meskipun banyak yang mempertanyakan hal ini, Fanny menjelaskan bahwa di luar negeri, mempersiapkan pemakaman sebelum meninggal adalah hal yang umum.

“Aku tidak ingin saat kehilangan nanti, aku justru kebingungan. Aku ingin semua sudah siap agar aku bisa fokus merawat suamiku hingga saat terakhirnya,” kata Fanny.

Pesan Fanny untuk Kazuki

Fanny menyadari bahwa putranya akan tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya secara langsung. Namun, ia ingin Kazuki tahu bahwa ia lahir dari cinta yang begitu besar.

“Jangan berkecil hati, Nak. Kamu memang terlahir yatim, tapi Allah akan selalu menjaga kamu. Papa mungkin tidak ada di dunia ini, tapi kasih sayangnya akan selalu ada untuk kita. Mama adalah istri yang sangat dicintai Papa, dan Mama akan menjadi ibu yang bahagia untuk kamu,” ucapnya haru.

Sebuah Kisah Cinta yang Tak Berujung

Kisah Fanny Kondoh dan Kondo-san adalah bukti bahwa cinta sejati tidak berakhir di dunia ini. Bahkan setelah kematian, cinta tetap hidup dalam bentuk warisan yang ditinggalkan. Baik dalam ingatan, doa, maupun kehidupan baru yang kini tumbuh dalam rahim Fanny.

Kazuki bukan hanya bayi biasa, tetapi simbol cinta abadi antara Fanny dan Kondo-san.

Dan kini, Fanny tak hanya menjalani peran sebagai istri yang setia, tetapi juga sebagai ibu yang akan berjuang untuk masa depan anak yang diwariskan oleh suaminya. (Rfi)

Sumber: Youtube Denny Sumargo