Kesalahan data nilai tukar sempat memicu kehebohan di media sosial, namun Bank Indonesia menjamin bahwa ekonomi tetap stabil.

Di pagi Sabtu yang tenang, masyarakat Indonesia tiba-tiba dikejutkan oleh tampilan Google Finance yang menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level mengejutkan Rp8.170 per USD.

Bagi banyak orang, angka ini terasa mustahil menggandakan penguatan nilai rupiah yang sangat jauh dari kenyataan. Tidak butuh waktu lama sebelum kabar ini menyebar cepat di media sosial, memicu spekulasi dan kebingungan di kalangan masyarakat.

Namun, Bank Indonesia (BI) segera bertindak untuk meluruskan informasi yang keliru. Dalam pernyataan resmi, Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan, bahwa data tersebut adalah hasil kesalahan teknis, bukan cerminan dari kondisi ekonomi sebenarnya.

Benarkah dolar turun? Menurut Ramdan, nilai tukar rupiah yang ditampilkan di Google bukanlah data resmi yang bisa dijadikan acuan.

“Level nilai tukar USD/IDR Rp8.100-an sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level yang seharusnya. Data Bank Indonesia mencatat kurs Rp16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025,” tegasnya.

Selain itu, layanan keuangan lainnya seperti Bloomberg dan Yahoo Finance juga mencatat angka yang serupa, yakni di kisaran Rp16.300 per USD, jauh dari angka yang ditampilkan oleh Google Finance. BI saat ini tengah berkoordinasi dengan pihak Google Indonesia untuk memperbaiki kesalahan tersebut agar tidak menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Mengapa Masyarakat Sempat Panik?

Di era digital seperti sekarang, informasi keuangan tersebar dengan sangat cepat. Begitu publik melihat angka yang tidak wajar tersebut, spekulasi pun bermunculan.

Beberapa pengguna media sosial bahkan menduga bahwa lonjakan ini disebabkan oleh peretasan atau bug sistem. Tagar seperti #RupiahMenguat dan #Kurs8Ribu sempat ramai diperbincangkan di Twitter, memperlihatkan reaksi beragam dari warga net.

Namun, Bank Indonesia menegaskan bahwa kekhawatiran ini tidak beralasan.

“Ini murni kesalahan teknis dalam sistem pihak ketiga, dan tidak berkaitan dengan perubahan fundamental ekonomi,” kata Ramdan.

BI juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh kabar yang tidak terverifikasi dan selalu mengacu pada sumber-sumber resmi.

Kesalahan Sistem Bukan Kali Pertama

Kasus seperti ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam dunia keuangan digital. Kesalahan data bisa terjadi karena gangguan teknis pada sistem pengambilan data dari penyedia informasi pihak ketiga.

Sebelumnya, insiden serupa pernah terjadi pada 2022, ketika nilai tukar mata uang di beberapa platform keuangan digital menampilkan angka yang tidak akurat akibat kesalahan dalam algoritma pembaruan data.

Stabilitas Ekonomi Tetap Terjaga

Di tengah kesalahan teknis yang sempat memicu kepanikan, Bank Indonesia menegaskan bahwa pasar keuangan Indonesia tetap stabil.

BI memastikan bahwa nilai tukar rupiah berada dalam batas yang terkendali dan tidak ada faktor ekonomi yang menyebabkan penguatan drastis sebagaimana ditampilkan di Google Finance.

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Kementerian Keuangan yang menyebutkan bahwa kondisi perekonomian makro Indonesia saat ini cukup kuat, ditopang oleh neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus serta cadangan devisa yang memadai.

Jangan Panik, Cek Sumber Resmi

Kejadian ini menjadi pengingat bahwa di era digital, informasi yang salah bisa menyebar lebih cepat dari klarifikasinya. Untuk itu, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak langsung percaya pada informasi yang tersebar di media sosial.

Sebagai langkah antisipasi, selalu pastikan untuk mengecek kebenaran informasi melalui sumber resmi seperti Bank Indonesia atau lembaga keuangan terpercaya lainnya.

Editor: Rifai