Penipuan Trading di Palu Terbongkar, Pelaku Cuan Rp4,9 Miliar
Di balik pintu ruko yang tampak biasa di sudut kota Palu, tersimpan operasi kejahatan siber yang terorganisir. Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditressiber) Polda Sulawesi Tengah berhasil membongkar jaringan penipuan online trading investasi dengan 21 pelaku yang terlibat, mengungkap fakta-fakta mengejutkan dalam penggerebekan pada 17 Januari 2025 lalu.
Kasus ini bermula dari laporan adanya aktivitas mencurigakan di sebuah ruko yang terlihat seperti kantor travel antar kabupaten.
Namun, di balik kedok itu, ruko tersebut ternyata menjadi markas operasi penipuan digital yang menargetkan korban berkewarganegaraan Malaysia.
Kombes Pol. Djoko Wienartono, Kabidhumas Polda Sulteng, mengungkapkan, bahwa jaringan ini telah beroperasi dengan modus menyamar sebagai platform investasi online palsu.
Menurut Djoko, para pelaku menggunakan puluhan handphone sebagai alat utama untuk menjalankan aksi penipuan mereka.
“Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi bahwa mereka mengelola rekening bank luar negeri. Setidaknya ada 9 korban yang teridentifikasi, semuanya berasal dari Malaysia,” jelasnya.
Pendapatan yang berhasil mereka kumpulkan mencapai 1.346.440 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 4,9 miliar.
Para pelaku, termasuk dua anak di bawah umur, direkrut untuk menjalankan peran yang berbeda, mulai dari menghubungi calon korban hingga mengelola transaksi keuangan. Dua pelaku anak di bawah umur tersebut kini berada dalam pendampingan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Palu.
Di antara para pelaku yang telah diamankan, polisi masih memburu satu nama penting, yaitu inisial “R”, warga Sulawesi Selatan. Ia disebut sebagai fasilitator utama yang menyediakan tempat operasional serta kebutuhan teknis seperti pengadaan perangkat komunikasi.
“R saat ini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang), dan kami terus memburunya,” ujar Djoko.
Meski penipuan ini berhasil diungkap, penyidik menghadapi tantangan dalam menyelidiki lebih lanjut aset dan jejak digital pelaku.
“Sebanyak 37 unit handphone yang disita akan dikirim ke laboratorium forensik untuk pemeriksaan digital forensik,” kata Djoko.
Hal ini diharapkan dapat membuka jaringan yang lebih luas dan mengungkap apakah ada keterlibatan pihak lain atau korban tambahan.
Salah satu hal yang menarik dalam kasus ini adalah keputusan para pelaku untuk menyasar korban WNA Malaysia.
Djoko menjelaskan, Hingga kini, belum ditemukan adanya korban dari Indonesia. Hal ini sesuai dengan pengakuan para pelaku bahwa target utama mereka adalah warga negara Malaysia.
Kasus ini masih terus dikembangkan oleh penyidik, termasuk upaya mengungkap jaringan lebih besar yang mungkin terlibat. Polda Sulteng juga berupaya menelusuri aliran dana hasil kejahatan ini agar dapat dikembalikan kepada korban.
Dalam kasus dua anak di bawah umur yang terlibat, pihak berwenang menjanjikan perlakuan khusus sesuai dengan hukum perlindungan anak. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan mereka kesempatan untuk kembali ke jalur yang benar melalui pembinaan.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan terhadap tawaran investasi online yang menjanjikan keuntungan besar tanpa risiko. Di era digital, kejahatan siber tidak mengenal batas wilayah, dan siapa pun bisa menjadi korban.
“Selama masyarakat mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan cepat, kejahatan seperti ini akan terus berlanjut,” tutup Djoko.***