seketika Nur tidak bisa berbicara apa-apa saat melihat itu di depan mata kepalanya sendiri, seperti Nur ingin menghantam kepala Bima saat itu juga. ia tidak pernah tahu, Bima segila ini. teman sepondok pesantrenya jadi seperti ini.

“aku wani ngajak awakmu awan ngene soale aku apa nek ngene iki, Bima nang kebon kaspe ambek Ayu, nggarap proker’e, gak masalah opo-opo, tapi, asline aku wedi yu, ben bengi, aku krungu suoro arek wedok nang kene”

(alasan kenapa aku berani ngajak kamu kesini karena aku tahu, si Bima dan Ayu pasti sekarang garap prokernya di kebun ubi, bukan masalah apa-apa sih, tapi sebenarnya aku takut, setiap malam, aku dengar suara perempuan disini).

ucapan Anton yang terakhir, membuat Ayu tidak dapat bicara lagi, saat ia, termenung sendiri, entah kenapa, insting Nur, mengatakan ada yang di sembunyikan oleh temanya. “sopo sing nang kamar ambek Bima?” (siapa yang ada dikamar sama Bima?) “yo iku masalahne” (itu masalahnya).

“ben tak enteni cah iku metu, gak onok sing metu takan kamare” (setiap tak tungguin, tidak ada yang keluar dari kamarnya) Nur, tiba-tiba mendekati almari, ia merasa mendengar sesuatu disana. tepat ketika, almari itu terbuka, Nur dan Anton tersentak kaget saat melihat, ada ular didalamnya. Ular itu berwarna hijau, kemudian lenyap setelah melewati jendela posyandu. Anton dan Nur hanya saling menatap satu sama lain, tidak ada hal lagi yang harus mereka bicarakan.

semenjak saat itu, Nur selalu mengawasi Bima, bahkan ketika akhirnya pak Prabu tiba-tiba mengatakan bahwa mereka semua akan tinggal satu atap, meski terpisah dengan sekat. dari situ juga, Nur jadi lebih tahu, Bima seringkali mengawasi Widya tanpa sepengetahuan siapapun.

Yang paling tidak bisa Nur lupakan adalah, saat ia bertanya perilah kenapa ia jarang melihat Bima sholat lagi. Bima selalu berdalih, tidak ada alasan kenapa ia harus mengatakan pada orang saat ia beribadah. meski Bima selalu bisa membalik pertanyaan Nur, ia tahu, Bima berbohong.

Puncaknya, ketika itu, sore hari, Nur barusaja selesai sholat asar di dalam kamar, tiba-tiba, ia mendengar suara bising dari samping kamar, Nur pun beranjak, mencari sumber suara. manakala ketika ia mencari, ia melihat Bima, sedang menabur sesuatu di tempat dimana Widya.

biasa duduk. Nur, yang selalu membersihkan bunga-bungaan itu. aneh, namun kelakukan Bima semakin membuat Nur penasaran. namun, masalah tidak hanya berhenti di Bima saja, melainkan sahabatnya Widya. setelah maghrib, Nur pergi ke dapur untuk minum, saat, ia melihat Widya menatapnya. wajahnya kaget dan bingung melihat Nur, “lapo Wid?” tanya Nur yang juga kaget dan bingung. mata mereka saling bertemu, namun, hanya untuk saling mengamati satu sama lain.

Ketika Nur mendekati Widya, tiba-tiba Widya berlari ke kamar, lalu kembali menemui Nur, matanya tampak seperti barusaja melihat setan. “onok opo toh asline?” (ada apa sih sebenarnya?) tanya Nur. Nur melihat tangan Widya sampai gemetaran.

Nur tidak tahu, kenapa Widya menjadi seperti ini, sampai pertanyaan Ayu, membuat Nur terhenyak dan menyadari anak-anak semua berkumpul disana. “ramene, onok opo toh” (ramai sekali, ada apa sih) tanya Ayu.

“gak eroh, cah iki, di jak ngomong ket mau, meneng tok” (tidak tahu, anak ini, di ajak ngomong diam saja daritadi) “lapo Wid?” (kenapa Wid?) tanya Wahyu yang mendekati. “tanganmu kok sampe gemetaran ngene, onok opo seh asline?” (tanganmu kok sampai gemetar begini, ada apa?).

kata Anton tidak kalah penasaran. “Nur jupukno ngombe kunu loh, kok tambah meneng ae” (Nur ambilkan air minum gitu loh, kok malah diam saja) kaget mendengar teguran Anton, Nur lalu mengambil teko air, dan memberikanya pada Widya, disini hal mengerikan itu terjadi.

ketika Widya meneguk air dari teko yang sama dengan teko yang Nur minum tadi, tiba-tiba Widya berhenti meneguknya, membiarkan air itu berhenti di dalam mulutnya, lantas, Widya kemudian memasukkan jemarinya ke dalam mulut, dan darisana, keluar berhelai-helai rambut hitam panjang.

Nur dan yang lainya terperangah manakala Widya menarik sulur rambut itu dengan tanganya, tidak ada yang bisa berkomentar, lalu, Widya memeriksa isi teko, disana, semua orang melihat, didalamnya, ada segumpal rambut hitam panjang didalamnya.

insiden itu membuat Widya memuntahkan isi perutnya, di tengah ketegangan itu, Anton tiba-tiba berucap “Wid, awakmu di incer ya, nek jare mbahku, lek onok rambut gak koro metu, iku nek gak di santet yo di incer demit”.

(Wid, ada yang ngincar kamu ya, kalau kata kakekku, bila tiba- keluar rambut entah darimana, biasanya kalau tidak di santet ya di incar setan) ucapan Anton, membuat suasana semakin tidak kondusif, ditengah kepanikan itu, tiba-tiba Nur, teringat dengan sosok penari yg ia lihat.

“Wid, opo penari iku jek ngetutno awakmu, soale ket wingi, aku gorong ndelok nang mburimu maneh” (Wid, apa penari itu masih mengikuti kamu, soalnya dari kemarin, aku belum melihatnya lagi) ucapan spontan Nur, membuat semua orang mengerutkan dahi, sehingga Nur akhirnya diam.

setelah kejadian itu, Nur merasa bersalah, sehingga ia mencoba menjauhi Widya, disini, tanpa sengaja, Nur mencuri dengar suara seseorang yang tengah berteriak satu sama lain. Nur terdiam untuk mendengarkan. Rupanya, suara itu berasal dari Ayu dan Bima, untk apa mereka berkelahi.

Ada satu kalimat yang paling di ingat oleh Nur, adalah, kalimat ketika Bima mengatakan. “nang ndi Kawaturih sing tak kek’no awakmu, aku kan ngongkon awakmu ngekekno nang Widya seh!!! kok arek’e gorong nerimo iku!!” “dimana mahkota putih yang aku serahkan sama kamu aku kan sudah nyuruh kamu memberikanya kepada Widya!! kok dia belum nerima benda itu!!” Nur tidak memahami maksud mahkota putih itu, namun, Nur mengerti, ada sesuatu, diantara mereka.

semenjak kejadian itu. Nur merasa, firasatnya semakin buruk, di mulai dengan suara berbisik dari warga. banyak warga yang mengeluhkan bahwa proker Ayu dan Bima adalah proker yang paling banyak di tentang, namun Nur belum paham alasan kenapa di tentang. sampai Anton memberitahu.

“Bima, kancamu kui, kate gawe rumah bibit, nang nduwor Tapak tilas, yo jelas di tentang, wong enggon iku keramat” (temanmu si Bima, dia mau buat rumah bibit, di jalan tapak tilas, tentu saja banyak yang gak terima, itu tempat di keramatkan) Nur masih belum mengerti maksud Anton.