Bandara Maleo di Desa Umbele, Kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali sulawesi tengah akan bertambah landasan pacunya (runawaynya). Landasan Pacu bandara Maleo ini semula hanya 1.300 meter dengan permukaan aspal yang diresmikan pada tanggal 27 Mei 2017 oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Bandara Maleo ini hanya di darati pesawat jenis ATR dengan kapasitas penumpang 25-30 orang termasuk awak pesawat. Penerbangan Palu-Morowalu-Palu hanya sekali sehari. Sementara Makassar – Morowali-Makassar lima kali sehari dengan pesawat ATR gruop lion air.
Morowali merupakan daerah tujuan industri pertambangan baik nikel maupun galian C. Oleh sebab itu banyak investasi pertambangan masuk ke daerah wilayah timur sulawesi tengah itu.
Menyikapi tantangan banyaknya investasi masuk ke Morowali, Penjabat Bupati Morowali, Abdul Rachmansyah Ismail, mencoba melobi PT. BTIIG ( baoshuo taman industry invesment group untuk membantu membangun perpanjangan landasan pacu sepanjang 600 meter, sehingga landasan pacu akan bertambah panjang menjadi 1.900 meter (1.300 meter + 600 meter = 1.900 meter) dengan harapan pesawat jenis boeing dapat mendarat di bandara Maleo itu.
“Tidak tanggung – tanggung biaya pembangunan runaway sepanjang 600 meter itu mencapai kurang lebih Rp, 82 miliyar. Tentunya sudah termasuk pengadaan timbunan material dan pengaspalan,” demikian ditegaskan sekretaris Fraksi Bintang Persatuan DPRD Morowali Aminudin Awaludin mejawab media ini Rabu malam (12/6-2024) via chat diaplikasi WahatsAppnya.
Disinggung apakah bantuan dari PT. BTIIG itu bagian dari CSR ? Jawab anggota DPRD memasuki periode ke empat itu aturan CSR itu bagi perusahaan yang sudah produksi. Sedangkan BTIIG adalah kawasan yang sementara dalam mengurusi kesempurnaan dokumennya.
“Aturannya daerah belum punya hak untuk meminta CSR, itu kalau mau bicara regulasi, tapi pj bupati Morowali bapak Rachmansyah Ismail mencoba membangun komunikasi terhadap pihak perusahaan, agar pihak BTIIG mau membangun penambahan runaway bandara kita, karena kalau kita mau tunggu APBN untuk bangun bandara kita, sampai kapan akan dibangun,” jelas anggota komisi II DPRD Morowali yang membidangi ekonomi dan keuangan termasuk kewenangan berbicara investasi yang masuk ke morowali itu.
Ketua DPC Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan, morowali yang dikenal sebagai daerah industri dan pertambangan, tentunya fasilitas udara sangat dibutuhkan sebagai sarana fasilitas penunjang investasi kita di morwali ini.
“Dan disatu sisi kita mengeluhkan harga tiket pesawat yang cukup tinggi, ini smua akan berdampak positif terhadap tarif harga tiket, karena semakin banyak penerbangan semakin menurun tarif harga tiket, begitu juga dengan kehadiran jenis maskapay dan lain sebagainya, masih banyaka hal positifnya,” ujar Aminudin.
“Landasan pacu kita yang ada sekarang hanya 1.300 meter. Dan saat ini tengah dibangun penambahan runawaynya atas bantuan pihak PT. BTIIG 600 meter. Jadi berarti keseluruhannya menjadi 1.900 meter, yang diperkirakan desember 2024 nanti sudah bisa leanding atau didarati pesawat jenis boeing. Apakah ini bukan sebuah prestasi seorang pj bupati rahmansyah yang baru berumur 8 bulan memimpin morowali, tapi sudah mampu menghadirkan penambahan runaway dengan anggran Rp, 82 milyar hasil upaya komunikasi lobi yang dibangun dengan pihak PT.BTIIG,” terang Aminudin.
Menyiikapi aksi pemalangan oleh masyarakat Dusun Folili, Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, baru-baru ini sebagai bentuk protes atas lahan yang berfungsi sebagai akses jalan umum yang dilalui kendaraan dum truk mengangkut material penimbunan runaway bandara, kata Aminudian itu hanya miskomunikasi.
“Sebab masyarakat menganggap pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali telah menyerahkan lahan tersebut kepada PT BTIIG. Padahal hanya pinjam pakai sebagai akses mengangkut material ke lokasi proyek pembangunan runaway bandara Maleo,”terang Aminudin.
Pj Bupati Kabupaten Morowali, Rachmansyah Ismail, melalui Kadis PU Rustam Sabalio, menegaskan bahwa aksi pemalangan tersebut terjadi akibat miskomunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak perusahaan.
Rustam menjelaskan bahwa status lahan yang berfungsi sebagai akses jalan umum tersebut hingga kini masih berstatus aset daerah, sehingga tudingan bahwa pemerintah telah menyerahkan lahan tersebut kepada perusahaan adalah tidak benar.
“Lahan yang berstatus sebagai ruas jalan kabupaten, jalan tani, dan irigasi tersebut adalah milik daerah. Tidak sembarang bisa menyerahkan atau menukar guling aset daerah karena butuh waktu yang lama dan prosedur yang ketat. Jika tidak mematuhi prosedur yang berlaku, tindakan tersebut melanggar hukum,” jelas Rustam seperti diberitakan kabarselebes.id Rabu (12/6-2024).
Rustam juga menyebutkan, bahwa penggunaan fasilitas daerah oleh PT BTIIG saat ini mempunyai dasar atau alasan. Pemkab Morowali memberikan dispensasi kepada perusahaan untuk menggunakan jalan tersebut, karena PT. BTIIG telah membantu pemerintah dalam penimbunan perluasan kawasan Bandara Maleo.
“Perusahaan telah membantu pemerintah memperluas kawasan bandara kita, sehingga diberikan dispensasi untuk penggunaan jalan sebagai jalur pengangkutan material timbunan menuju Bandara Morowali. Jika dihitung, bantuan dari perusahaan ini untuk perluasan kawasan bandara sangat besar nilainya,”ungkap Rustam.
Rustam mengatakan, bahwa perluasan kawasan Bandara Maleo akan memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Dispensasi ini diberikan untuk kesejahteraan masyarakat. Jika bandara semakin luas, otomatis aktivitas di sana akan semakin ramai dan masyarakat dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan perekonomiannya,”sebutnya.