PALU – Pernyataan Dirut PT SMS, Akhmad Sumarling terkait sinergitas dengan DPC APRI Tolitoli berbuntut Panjang.
Sebelumnya, pada salah satu media online, Akhmad Sumarling menyatakan, bahwa sudah ada Surat Keputusan (SK) kepengurusan Responsible Mining Community (RMC) sebanyak 23 Kelompok yang beranggotakan kurang lebih 450 orang masyarakat setempat dan masyarakat adat Dondo.
Pernyataan tersebut dibantah dengan tegas oleh Ketua DPC APRI Tolitoli, Venus AK Heidemans, sebagaimana disampaikan Marwan AK selaku Ketua Harian APRI DPC Tolitoli. Menurutnya, sampai saat ini tidak pernah ada kerjasama antara PT SMS dan APRI DPC Tolitoli.
“Program kerja APRI dari pusat sampai daerah sangat jelas. Tugas kami memfasilitasi penambang rakyat melalui RMC dan memberikan edukasi terkait tata cara penambangan yang bertanggung jawab dan senantiasa memperhatikan kearifan local. Jadi kalau ada statement dari PT SMS bahwa sudah ada SK RMC bahkan sampai 23 RMC itu sangat tidak benar, karena sebelum jadi Ketua DPC APRI Tolitoli Venus adalah Ketua Harian dan tidak pernah kenal, apalagi bertemu dengan Direktur utama PT SMS, jadi kalaupun ada komunikasi dan kerjasama yang dilakukan itu berarti bersifat personal antara Ahmad Sumarlin dan entah siapa di dalam kepengurusan APRI DPC Tolitoli,” tegas Venus melalui ketua Hariannya seperti dilansir dari Posrakyat.com.
Sebagai catatan, lanjut Marwan mengatakan, APRI tidak pernah mengadakan rapat dan kesepakatan terkait kerjasama dengan oknum manapun untuk menggiring masyarakat membentuk RMC dengan mengesampingkan kelompok masyarakat yang sudah lebih dulu ada untuk tujuan korporasi. Itu kata dia, sangat bertentangan dengan tujuan berdirinya APRI.
Di konfirmasi terkait pernyataan bahwa 12 RMC yang diajukan sudah memenuhi persyaratan dan biaya pendaftaran namun tidak ada tindak lanjut dari pengurus APRI Tolitoli dan DPW Sulteng. Bendahara APRI DPW Sulawesi Tengah, Jean Wulur menegaskan, bahwa pernyataan itu bohong.
Sebagai bendahara, pihaknya tidak pernah menerima biaya pendaftaran RMC sebagaimana dimaksud Akhmad Sumarling. Jean menyatakan, bahwa memang pernah pengajuan pembentukan RMC dari DPC Tolitoli namun hanya satu yang bisa memenuhi persyaratan sehingga hanya ada satu RMC yang SK nya diterbitkan oleh DPP APRI.
“Itu bohong, kami tidak pernah menerima permohonan pembentukan 23 RMC, apalagi mengeluarkan SK sebanyak itu. Kami minta Akhmad Sumarling agar memberikan bukti SK yang dimaksud dan juga bukti kepada siapa biaya pendaftaran di bayarkan, ini harus clear karena bisa merusak nama baik APRI,” tegasnya.
Srikandi penambang rakyat ini juga menegaskan bahwa ia akan teruskan informasi ini ke Ketua Umum agar ada tindakan lebih lanjut. “Mudah-mudahan Dirut PT SMS bisa membuktikan pernyataannya dan dapat diketahui siapa oknum yang mengatasnamakan APRI tersebut,” tegas Jean.
Polemik terkait wilayah pertambangan rakyat menyeruak setelah terjadinya aksi demonstrasi yang susul menyusul pada Senin (8/12/2022), aksi massa yang menolak keberadaan PT SMS dalam wilayah pertambangan rakyat dengan bermodalkan rekomendasi gubernur untuk melaksanakan pilot project tersebut dianggap bertentangan dengan tujuan terbitnya WPR dan semestinya PT SMS melakukan aktivitas di wilayah pertambangan dengan mengurus Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Ketua Koperasi Arung Punggawa, Andi Hamka Palewai ketika di konfirmasi menyatakan bahwa dilokasi WPR desa Oyom telah ada beberapa koperasi yang sejak awal sudah berupaya untuk mendapatkan IPR.
“Alhamdulillah dengan perjuangan yang cukup panjang saat ini WPR sudah ditetapkan oleh pemerintah, kita tinggal fokus untuk dapatkan IPR dan keberadaan PT SMS yang membuat puluhan koperasi di desa Oyom sudah sangat menggangu proses dan upaya masyarakat untuk mendapatkan legalitas agar bisa melakukan aktivitas penambangan secara legal,” ujar Hamka.
Dikonfirmasi terpisah, Abd Rachmat Pombang, Ketua koperasi Mitra Tambang Pesonguan juga membenarkan apa yang di sampaikan ketua koperasi Arung Punggawa. Menurutnya, sejak awal PT SMS sudah menimbulkan permasalahan di masyarakat Desa Oyom. Pada mulanya kata dia, mereka tidak mengenal perusahaan itu, yang mereka ketahui hanyalah Akhmad Sumarling.
“Nama beliau sangat kami ingat karena pada waktu kami melakukan aktivitas penambangan di lokasi yang saat ini menjadi lokasi WPR, orang-orangnya lah yang menghentikan dan mengganggu aktivitas kami dengan alasan dilokasi tersebut tidak terdapat izin, namun setelah kami tinggalkan lokasi justru orang-orangnya yang melakukan aktivitas dan berhasil mengeluarkan puluhan ton material ke luar daerah,” tuturnya.
“Yang lebih menyakitkan setelah WPR yang sejak awal mereka perjuangkan bersama dengan APRI, koperasi Arung Punggawa serta kawan kawan lainnya, eh tiba-tiba Akhmad Sumarling dengan mengatasnamakan PT SMS membentuk puluhan koperasi dan saat ini dengan semua kekuatan dan pengaruhnya di tingkat provinsi berusaha menguasai WPR itu, tentu saja tidak akan kami biarkan. Kalau benar Akhmad Sumarling mau melakukan pilot project, kenapa yang bersangkutan tidak pernah mensosialisasikan dengan koperasi koperasi yang sudah ada, bukannya justru membuat puluhan koperasi baru yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat,” ungkap Abd Rachmad Pombang.
Komentar