Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Semarang periode 2023-2024, HGR, dan suaminya AB, yang juga Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah periode 2019-2024, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam sejumlah proyek di Kota Semarang.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan bahwa kedua tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 19 Februari hingga 10 Maret 2025, di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

“Penahanan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dalam dugaan korupsi yang melibatkan pengadaan meja kursi sekolah dasar (SD), proyek penunjukan langsung (PL) di tingkat kecamatan, serta penerimaan uang dari Bapenda Kota Semarang oleh Wali Kota,” ujar Tessa Mahardhika, Rabu (19/2/2025) melalui siaran Pers di Laman KPK.

Sebelumnya, KPK juga telah menahan dua tersangka lainnya, yaitu M, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, dan RUD, Direktur PT Deka Sari Perkasa, yang turut terlibat dalam kasus ini.

Modus Korupsi dalam Sejumlah Proyek Kota Semarang

Dalam konstruksi perkaranya, KPK menemukan bahwa HGR dan AB terlibat dalam pengaturan proyek pengadaan dan permintaan fee dari berbagai sumber anggaran.

Korupsi Pengadaan Meja Kursi SD

Pada Juli 2022, AB memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk memasukkan anggaran Rp20 miliar ke dalam APBD-P 2023 untuk pengadaan meja kursi fabrikasi SD.

PT Deka Sari Perkasa (DSP) ditunjuk sebagai pemenang proyek, dengan imbalan komisi Rp1,75 miliar (10% dari nilai proyek) untuk AB.

HGR sebagai Wali Kota menyetujui APBD-P tersebut, meskipun proyeknya telah diatur sejak awal.

Permainan Proyek Penunjukan Langsung (PL) di Kecamatan

Pada November 2022, AB meminta proyek penunjukan langsung (PL) senilai Rp20 miliar kepada beberapa kecamatan di Kota Semarang.

Sebagai imbalan, AB meminta fee Rp2 miliar, yang disanggupi dan diserahkan oleh seluruh camat pada Desember 2022.

Selain itu, M juga meminta fee sebesar 13% dari nilai proyek kepada anggota Gapensi, mengumpulkan Rp1,4 miliar dari para kontraktor.

Pemotongan Insentif Pegawai Bapenda Kota Semarang

Pada Desember 2022, HGR menolak menandatangani draf Keputusan Wali Kota terkait insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebelum adanya tambahan uang.

Akibatnya, dalam periode April-Desember 2023, HGR dan AB menerima sedikitnya Rp2,4 miliar, yang berasal dari pemotongan iuran sukarela pegawai Bapenda Kota Semarang.

Atas perbuatannya, KPK menjerat para tersangka dengan dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan:

  • Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
  • Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait penerimaan gratifikasi dan pemotongan pembayaran pegawai negeri untuk kepentingan pribadi.

KPK Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi di Daerah

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir praktik korupsi di lingkungan pemerintahan daerah.

“KPK akan terus menindak setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik, terutama yang merugikan anggaran daerah dan hak-hak pegawai,” ujarnya.

Penyidikan terhadap kasus ini masih berlanjut, dan KPK membuka kemungkinan adanya tersangka lain yang ikut terlibat dalam dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.