KPU Donggala Bantah Seluruh Dalil Pemohon di Sidang Sengketa Pilbup
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Donggala membantah seluruh tuduhan yang diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 5, Mohammad Yasin-Syafiah, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Donggala.
Sidang perkara Nomor 162/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu digelar di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi pada Selasa (21/1/2025).
Sidang ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dengan anggota panel Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Kuasa hukum KPU Donggala, M. Wijaya S, dalam persidangan menyampaikan bahwa dalil yang diajukan oleh Pemohon terkait dugaan pengerahan aparat desa dan praktik politik uang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ia menegaskan, bahwa tuduhan tersebut bersifat asumsi dan tidak disertai bukti yang cukup.
Dalil Pemohon Tidak Berdasar, Saksi Tak Teken Rekapitulasi
Dalam persidangan, Wijaya menjelaskan bahwa selama tahapan Pilkada berlangsung, KPU Donggala tidak pernah menerima rekomendasi atau putusan dari Bawaslu yang mendukung tuduhan Pemohon.
Ia menyebutkan, bahwa tidak ada laporan resmi terkait politik uang yang diterima oleh pihaknya.
“Menurut Termohon, dalil ini tidak memiliki dasar hukum dan cenderung asumtif. Selama proses pemilihan berlangsung, tidak pernah ada rekomendasi atau putusan Bawaslu terkait tuduhan tersebut,” ujar Wijaya dalam sidang.
Wijaya juga menanggapi klaim Pemohon yang menyebutkan adanya keberpihakan aparat desa di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Ia menegaskan, bahwa seluruh saksi pasangan calon telah menandatangani hasil penghitungan suara di TPS yang diduga bermasalah, kecuali pada rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Menurutnya, saksi dari pasangan Mohammad Yasin-Syafiah tidak membubuhkan tanda tangan pada rekapitulasi suara di Kecamatan Balaesang dan Kecamatan Sirenja.
Hal ini terjadi karena saksi tidak hadir di Kecamatan Balaesang, sementara di Kecamatan Sirenja, saksi mengaku mengikuti instruksi untuk tidak menandatangani hasil rekapitulasi.
Bawaslu Tidak Temukan Bukti Pelanggaran
Ketua Bawaslu Kabupaten Donggala, Abdul Salim, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima 13 laporan terkait dugaan pelanggaran dalam Pilkada Donggala.
Dari jumlah tersebut, hanya empat laporan yang ditindaklanjuti. Namun, hasil penelusuran tidak menemukan bukti yang cukup untuk membuktikan adanya pelanggaran.
“Kami memang menerima beberapa laporan terkait dugaan pelanggaran. Namun, dari empat laporan yang ditindaklanjuti, semuanya tidak terbukti,” jelas Abdul Salim.
Selain itu, Bawaslu juga telah memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis kepada aparat Desa Tondo yang diduga tidak netral dalam proses pemilihan. Namun, Abdul Salim menegaskan bahwa tidak ditemukan bukti adanya praktik politik uang seperti yang didalilkan oleh Pemohon.
Pihak Terkait Bantah Klaim Pemohon
Pasangan calon nomor urut 3, Vera Elena Laruni-Taufik M. Burhan, yang menjadi pihak terkait dalam sidang ini, juga membantah seluruh tuduhan Pemohon.
Kuasa hukum mereka, Arena Jaya Rahmat Parampasi, menyatakan, bahwa klaim yang diajukan Pemohon mengenai perolehan suara tidak memiliki dasar yang jelas dan hanya merupakan klaim sepihak.
“Pemohon keliru dan tanpa dasar dalam mengaitkan dugaan pelanggaran dengan hasil suara. Klaim sepihak bahwa mereka adalah peraih suara terbanyak tidak disertai bukti yang jelas terkait penghitungan suara,” tegas Arena di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, Pemohon tidak menjelaskan secara rinci bagaimana dugaan pelanggaran tersebut berdampak pada hasil akhir Pilkada. Ia juga menambahkan bahwa perhitungan suara yang sah sudah sesuai prosedur yang berlaku.
Tiga Dugaan yang Diajukan Pemohon
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan adanya tiga bentuk pelanggaran yang terjadi selama Pilkada Donggala.
Pertama, adanya keberpihakan aparat desa dalam mendukung pasangan nomor urut 3.
Kedua, dugaan praktik balas jasa berupa pemberian sembako kepada masyarakat sebelum penetapan peserta Pilbup.
Ketiga, dugaan politik uang yang dilakukan di empat kecamatan dan enam desa di Kabupaten Donggala.
Pemohon juga mengklaim bahwa selisih suara yang terjadi antara pasangan calon nomor urut 3 dan nomor urut 5 disebabkan oleh praktik-praktik tersebut yang dianggap merugikan mereka.
Namun, dalam persidangan, Termohon dan Pihak Terkait menolak seluruh dalil tersebut dengan alasan tidak adanya bukti yang cukup kuat.***