DPRD Sulteng Desak Akselerasi Pengentasan Kemiskinan, Sentil Dampak Buruk Investasi Tambang
Kunjungan kerja Wakil Ketua I DPRD Sulawesi Tengah, Aristan, bersama Wakil Ketua II, Syarifuddin Hafid, ke Kementerian Sosial RI di Jakarta, membawa catatan penting soal ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan realitas sosial masyarakat Sulteng. Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang berada di peringkat ketiga nasional, wajah kemiskinan justru masih lekat di banyak wilayah, terutama di sekitar konsesi tambang dan perkebunan sawit.
“Ini ironi yang harus segera ditangani,” ujar Aristan seusai pertemuan dengan Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, pada Senin (20/05/25). Politisi NasDem itu menyebut bahwa kekayaan sumber daya alam Sulteng tak otomatis menjamin kesejahteraan masyarakat jika pendekatan pembangunan tidak berpihak pada keadilan sosial.
Kunjungan ke Kemensos bukan semata seremoni. DPRD membawa kegelisahan daerah atas lambannya realisasi program-program pengentasan kemiskinan. Salah satu yang disoroti adalah ketimpangan akses dan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor ekstraktif yang selama ini minim kontribusinya ke daerah. Isu ini bahkan telah disuarakan oleh Gubernur Anwar Hafid ke Komisi II DPR RI dan Bappenas, namun belum menghasilkan solusi konkret.
Dari sisi pemerintah pusat, Kemensos tengah merumuskan pendekatan baru. Agus Jabo menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyusun Data Tunggal Ekonomi Sosial Nasional (DTSEN) agar program bisa lebih tepat sasaran. Namun yang lebih substansial adalah upaya mengganti paradigma pembangunan dari ketergantungan terhadap bantuan sosial menjadi pemberdayaan berbasis komunitas.
“Kami ingin membangun masyarakat yang mandiri dan berdaya, bukan hanya menunggu bantuan,” kata Agus. Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor, termasuk melibatkan kementerian teknis lain, hingga sektor swasta.
Pemerintah Provinsi Sulteng sendiri disebut sedang menyiapkan dua program berbasis pemberdayaan: Sekolah Rakyat dan Koperasi Merah Putih Pedesaan. Namun implementasinya masih terbentur keterbatasan pembiayaan dan dukungan struktural.
Aristan pun menegaskan bahwa solusi terhadap kemiskinan di Sulteng tidak bisa dilepaskan dari koreksi atas praktik investasi yang eksploitatif. Ia menyebut bahwa banyak wilayah tambang dan sawit justru menjadi kantong-kantong kemiskinan baru, dengan beban tambahan berupa kerusakan lingkungan, bencana alam, dan gangguan kesehatan.
“Ini bukan soal bantuan, tapi soal arah kebijakan pembangunan. Kita butuh dukungan lintas kementerian, dari ESDM, LHK, ATR/BPN, sampai Kemenkeu, untuk memastikan bahwa pembangunan di Sulteng tidak lagi menyisakan luka sosial dan ekologis,” tegasnya.
Wakil Menteri Sosial pun berjanji untuk menjembatani koordinasi tersebut, agar pengentasan kemiskinan di Sulteng bisa berjalan lebih sistematis dan berkelanjutan. ***