Kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tengah pada Rabu (7/5/2025) menjadi momentum penting yang dimanfaatkan Gubernur Anwar Hafid untuk menyampaikan langsung kondisi riil daerah yang ia pimpin.

Pertemuan digelar di Ruang Polibu Kantor Gubernur dan dihadiri oleh Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda, Wakil Ketua Dede Yusuf, Longki Djanggola, serta belasan anggota DPR RI lintas fraksi. Gubernur didampingi Wakil Gubernur Reny A. Lamadjido dan seluruh jajaran pemda kabupaten/kota se-Sulteng.

Dalam sambutannya, Anwar menyebut kunjungan ini istimewa.

“Sebagai mantan anggota DPR RI, saya paham betul kekuatan politik dan peran penting Komisi II. Maka saya selalu tekankan kepada jajaran pemerintah daerah untuk menyambut dengan hormat dan memberi pelayanan terbaik kepada setiap anggota dewan yang datang. Karena mereka inilah yang akan mengingat dan membawa suara daerah saat kembali ke pusat,” ujarnya.

Gubernur mengulas berbagai program unggulan seperti Berani Cerdas dan Berani Sehat yang telah dijalankan dengan efisiensi anggaran tanpa menambah beban fiskal.

Pendidikan gratis untuk seluruh SMA/SMK/SLB negeri sudah diberlakukan, termasuk pembebasan biaya prakerin dan uji kompetensi. Sementara di sektor kesehatan, 80 persen warga Sulteng telah tercover UHC, hanya dengan menunjukkan KTP.

Namun demikian, Gubernur juga mengungkap masih banyak pekerjaan rumah.

“Saat ini masih ada 89 desa belum tersambung listrik dan 606 desa belum punya akses sinyal. Kami sedang dorong penyelesaian melalui program Berani Menyala,” paparnya.

Di bidang pertanian dan kelautan, program brigade pertanian dan bantuan alat tangkap untuk nelayan menjadi bagian dari strategi membangun ekonomi produktif.

Ia bahkan melempar wacana kebijakan satu harga bahan pokok di Sulteng, menanggapi kesenjangan harga yang masih tinggi.

“Harga LPG bisa Rp70.000 padahal HET-nya cuma Rp20.000. Ini harus dicari solusinya,” tambahnya.

Soal konflik agraria, Gubernur menegaskan sikapnya. “Tumpang tindih antara masyarakat, perkebunan, tambang, dan HGU semakin kompleks. Kita dorong musyawarah, tapi kalau mentok, proses hukum akan ditempuh,” jelas Anwar.

Ia juga menyinggung soal reformasi birokrasi dan mempercepat pelimpahan wewenang teknis ke BKN daerah agar pengisian jabatan tidak terhambat. Bahkan, ia mengusulkan agar layanan birokrasi menyesuaikan waktu salat sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai religius masyarakat.

Sementara, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengapresiasi keseriusan pemda Sulteng, namun juga memberi catatan khusus terhadap BUMD.

“Lebih dari 70 persen BUMD di Sulteng tidak sehat. Ini bukan cuma soal manajemen, tapi juga keberanian melakukan diversifikasi usaha. Bahkan usaha sederhana seperti jasa air belum digarap optimal,” ucapnya.

Ia menegaskan pentingnya regulasi baru dari Kementerian Dalam Negeri terkait pembinaan dan pengawasan BUMD agar tidak lagi menjadi tempat ‘balas budi politik’.

“Kuncinya, apakah mereka bisa bertransformasi dari tokoh politik menjadi manajer profesional? Itu yang harus kita kawal bersama,” pungkas Rifky.

Kunjungan ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi sekaligus dorongan politik dan teknokratik untuk membenahi sistem pelayanan publik, tata kelola usaha daerah, dan strategi pembangunan inklusif berbasis nilai-nilai lokal yang menjadi landasan kebijakan Anwar Hafid.***