Pantai Talise Tak Aman, Buaya Palu Serang Pria 51 Tahun Hingga Meninggal
Pagi yang seharusnya tenang di Pantai Talise, Palu, berubah menjadi momen memilukan bagi keluarga Sadarwinarta. Lelaki 51 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai pelaut itu ditemukan tewas diterkam buaya saat mandi-mandi di kawasan Kampung Nelayan, Kamis (27/3/2025) sekitar pukul 06.30 WITA.
Insiden ini dilaporkan pertama kali oleh seorang warga bernama Ibu Ana. Tak berselang lama, Tim SAR gabungan turun ke lokasi. Upaya pencarian pun dilakukan dengan drone thermal untuk melacak pergerakan buaya dan posisi korban. Keberadaan keduanya terdeteksi sekitar 40 meter dari bibir pantai ke arah barat.
“Tim mengambil tindakan dengan mengeluarkan tembakan di sekitar buaya dengan maksud agar buaya melepaskan korban dari gigitannya,” ungkap Kepala Kantor SAR Palu, Muh. Rizal, S.H, dalam keterangannya di akun Istagram resmi Sar Palu.
Setelah beberapa tembakan dilepaskan, buaya akhirnya melepaskan gigitan dan tim berhasil mengevakuasi jenazah. Korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara menggunakan rescue car.
Kisah pilu ini tak hanya menyisakan duka, tapi juga menjadi peringatan bahwa perairan Talise, sebagaimana dikatakan Rizal, memang merupakan habitat alami buaya. Ia pun mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas sembarangan di sekitar pantai.
“Kami minta agar lebih berhati-hati,” katanya.
Duka semakin dalam ketika Fudin, salah satu warga, mengaku sempat melihat buaya lebih dulu. Ia bahkan sempat berteriak memperingatkan korban.
“Tapi sepertinya dia tidak dengar,” ucapnya.
Tak hanya SAR, tim gabungan dari Sat Samapta Polresta Palu, Brimob Polda Sulteng, TNI AL, BKSDA, dan Polsek Mantikulore ikut terlibat. Kapolresta Palu, Kombes Pol. Deny Abrahams, juga turun langsung ke lokasi. Ia menyampaikan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius dan pihaknya terus berkoordinasi dengan BKSDA untuk menghindari kejadian serupa.
Hingga kini, pantai Talise memang masih menjadi rumah bagi buaya muara. Konflik antara manusia dan satwa liar bukan hal baru, namun semakin nyata ketika garis batas antara wilayah manusia dan alam liar semakin kabur.
Sadarwinarta mungkin bukan korban pertama, dan bisa jadi bukan yang terakhir. Tapi kisahnya seharusnya jadi pengingat, bahwa kehati-hatian bukan pilihan, tapi keharusan. Terutama ketika laut bukan lagi tempat yang bisa diprediksi.***

 
													 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					