Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu membenarkan adanya kelebihan penguasaan fisik bidang tanah oleh Ang Franky Antoni dalam kasus sengketa lahan di Jalan Cut Nyak Dien, Kota Palu.

Hasil pengukuran yang dilakukan atas permintaan Polresta Palu menunjukkan, bahwa Edi Hasan, pihak pelapor, mengalami kekurangan luas tanah berdasarkan sertifikat miliknya.

Koordinator Substansi Pengukuran dan Pemetaan Kadastral BPN Palu, Rexy, mengungkapkan bahwa temuan ini diperoleh setelah dilakukan beberapa kali pengembalian batas tanah.

“Pada saat pengembalian batas, ditemukan kelebihan penguasaan fisik di luar sertifikat milik Ang Franky Antoni, sementara Edi Hasan mengalami kekurangan ukuran bidang tanah,” ujar Rexy kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025).

Menurut Rexy, pengembalian batas dilakukan beberapa kali karena Ang Franky Antoni tidak menghadiri jadwal yang telah ditetapkan kepolisian. Namun, BPN Palu tetap menjalankan tugasnya sesuai permintaan penyidik Polresta Palu. Hasil pengukuran tersebut kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian untuk kepentingan penyelidikan.

Kebocoran Dokumen Pengukuran

BPN Palu menyatakan bahwa dokumen hasil pengukuran, termasuk Berita Acara, hanya diserahkan kepada penyidik. Namun, pihaknya terkejut ketika mengetahui dokumen tersebut justru sampai ke tangan kuasa hukum pihak terlapor, yakni Ang Franky dan Ang Andreas, serta dilaporkan ke Kementerian ATR/BPN Pusat.

Terkait hal ini, BPN Palu menegaskan bahwa mereka tetap berpegang pada hasil pengukuran terakhir yang berdasarkan data arsip resmi. Jika ada pihak yang keberatan, maka jalur penyelesaian yang disarankan adalah melalui proses pengadilan.

“Jika ada pihak yang tidak setuju, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pengadilan,” tegas Rexy.

Dalam proses penyelidikan, kepolisian telah beberapa kali meminta pengembalian batas untuk memperjelas sengketa tanah tersebut. Namun, pihak terlapor baru hadir setelah beberapa kali panggilan dari penyidik. Setelah hasil pengembalian batas rampung, kepolisian menggelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini dapat naik ke tahap penyidikan.

“BPN hanya berperan dalam memastikan kepastian hukum terkait batas tanah. Jika ada kelebihan penguasaan fisik, itu menjadi kewenangan kepolisian untuk menyimpulkan apakah ada unsur pidana,” jelas Rexy.

Penyidikan Harus Dilanjutkan

Sengketa lahan antara Edi Hasan dan Ang Franky Antoni belum menemui titik terang meskipun Pengadilan Negeri Palu telah mengabulkan permohonan praperadilan dari pihak Edi Hasan.

Kuasa hukum Edi Hasan, Dr. Muslimin Budiman, SH., MH., mendesak kepolisian untuk segera melanjutkan penyidikan kasus ini. Putusan praperadilan menginstruksikan agar penyidikan kasus dugaan penyerobotan tanah di Jalan Cut Nyak Dien dilanjutkan.

Kasus ini bermula dari laporan polisi Nomor LP.B/1162/X/2022/SPKT/Polresta Palu/Polda Sulteng tertanggal 22 Oktober 2022. Edi Hasan melaporkan dugaan penyerobotan tanah yang menyebabkan kerusakan pada rukonya di Jalan Cut Nyak Dien, Besusu Barat, Kota Palu.

Laporan ini berkaitan dengan pembangunan ruko lima lantai oleh Ang Franky Antoni, yang diduga melewati batas lahan hingga merusak fondasi bangunan milik pelapor.

Pada 13 Juni 2023, kepolisian dan BPN Palu melakukan pengembalian batas tanah. Hasilnya menunjukkan adanya kelebihan penguasaan lahan sekitar satu meter oleh terlapor, yang tidak sesuai dengan sertifikat hak milik (SHM). Namun, meskipun temuan ini sudah jelas, perkembangan kasus justru terhenti.

Dokumen Negara Bocor ke Pihak Teralapor

Edi Hasan dan keluarganya terkejut saat mengetahui bahwa dokumen negara terkait pengukuran tanah mereka justru berada di tangan anak terlapor, Ang Andreas. Padahal, menurut BPN Palu, dokumen tersebut hanya diberikan kepada kepolisian untuk proses penyidikan.

“Kami sangat terkejut melihat dokumen itu dipegang oleh pihak yang seharusnya tidak berhak. BPN sendiri menyatakan tidak pernah memberikannya kepada pihak lain selain kepolisian,” ungkap Muslimin Budiman.

Tak hanya itu, bukti surat berupa print out foto lokasi yang diajukan Edi Hasan dalam pemeriksaan pertama juga dilaporkan hilang dari berkas penyidikan. Saat mengajukan komplain, pihak Edi Hasan mengaku mendapat jawaban yang tidak memuaskan dari kepolisian.

“Kami bingung, bagaimana mungkin dokumen bisa hilang begitu saja dalam proses penyidikan?” kata Muslimin Budiman.

Penyelidikan yang Terhenti

Kasus ini sempat dihentikan oleh Polresta Palu melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor SPPP/74.a/XI/2024/Satreskrim tanggal 18 November 2024. Namun, Edi Hasan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Palu, yang akhirnya dikabulkan pada 10 Januari 2025.

Putusan tersebut menyatakan bahwa penghentian penyidikan oleh Polresta Palu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga penyidikan harus dilanjutkan.

Namun, meskipun putusan sudah keluar, hingga kini belum ada langkah konkret dari penyidik Polresta Palu untuk melanjutkan kasus tersebut. (Tim)