Tujuh Anggota Jatanras Polda Sulteng Dipecat
Tujuh anggota Jatanras Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) setelah menjalani sidang kode etik Polri.
Keputusan ini diambil dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (18/2/2025), menyusul keterlibatan mereka dalam kasus kematian Moh. Mugni Syakur setelah ditangkap tim Jatanras pada 14 November 2023.
Kabidhumas Polda Sulteng, Kombes Pol. Djoko Wienartono, menegaskan bahwa ketujuh anggota polisi tersebut terbukti melakukan tindakan kekerasan saat mengamankan korban yang diduga terlibat dalam pencurian ponsel.
“Ketujuh anggota Ditreskrimum Polda Sulteng dijatuhi sanksi PTDH setelah terbukti melanggar kode etik dalam penanganan tersangka Moh. Mugni Syakur,” ujar Kombes Pol. Djoko Wienartono di Palu, Rabu (19/2/2025).
Para anggota yang dijatuhi sanksi PTDH adalah:
- Bripka MARH
- Bripka RM
- Bripka H
- Bripka AAT
- Brigpol AE
- Brigpol MAW
- Briptu YPA
Selain diberhentikan dari kepolisian, ketujuh anggota ini juga sedang menjalani proses hukum. Saat ini, berkas perkara mereka telah masuk ke tahap I di Kejaksaan Tinggi Sulteng, meskipun masih ada beberapa perbaikan yang diperlukan sebelum dilanjutkan ke persidangan.
“Polda Sulteng akan tetap konsisten dalam menegakkan hukum, terutama dalam kasus yang menjadi perhatian publik, termasuk jika ada pihak lain yang terlibat,” tambah Djoko Wienartono.
Polda Sulteng juga memastikan bahwa penyelesaian kasus ini tetap menjadi prioritas, meskipun ada kesan lambat dalam prosesnya.
“Mohon maaf apabila dalam penanganan kasus ini terkesan lamban, tetapi kami tetap berupaya maksimal untuk menuntaskan kasus meninggalnya saudara Moh. Mugni Syakur,” tutupnya.
Kasus ini menjadi bukti bahwa Polri terus berupaya menjaga profesionalisme dan akuntabilitas dalam setiap tindakan anggotanya. Pemberhentian tidak dengan hormat serta proses hukum terhadap ketujuh anggota ini menjadi langkah tegas dalam menegakkan standar etik kepolisian.
Ke depan, diharapkan penegakan hukum dalam internal kepolisian semakin transparan, serta adanya penguatan prosedur dalam penanganan tersangka agar tindakan kekerasan tidak lagi terjadi.***