Sejarah Gempa Bengkulu dan Kesiapsiagaan Menyikapinya

JAKARTAGempa Bengkulu khususnya di Kabupaten Mukomuko terjadi Minggu malam 27, Juni 2021 dengan Magnitudo 5.0 sekira pukul 22.56 waktu setempat. Guncangan gempa itu dirasakan warga sangat kuat.

BPBD Kabupaten Mukomuko melaporkan guncangan membuat panik warga setempat hingga keluar rumah. Guncangan gempa dirasakan beberapa detik.

Parameter gempa menunjukkan pusat gempa berada 50 km barat daya Mukomuko dan berkedalaman 22 km.

Berdasarkan data BMKG, intensitas gempa yang diukur dengan skala Modified Mercalli Intensity atau MMI menunjukkan Mukomuko III MMI, Kota Bengkulu, II – III MMI, Bengkulu Utara II MMI dan Kepahiang I – II MMI. Skala III MMI mendeskripsikan getaran dirasakan nyata dalam rumah dan seakan-akan ada truk berlalu.

Melihat fenomena yang dapat terjadi setiap saat ini, kesiapsiagaan perlu dibangun sejak dini oleh masyarakat setempat.

Serangkaian gempa pernah terjadi di wilayah yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung.

Berdasarkan data BNPB selama kurun 10 tahun (2010 – 2020), beberapa gempa dengan magnitudo besar tercatat terjadi, seperti pada 2011, 2012, 2014, 2015, 2016, 2017 dan 2020. Dari rentetan peristiwa tersebut, gempa berdampak pada kerusakan bangunan rumah warga Bengkulu.

Menyikapi kejadian gempa yang kerap terjadi, BNPB mengimbau masyarakat Bengkulu untuk selalu siap siaga dan waspada. Korban jiwa tidak diakibatkan oleh peristiwa gempa namun reruntuhan bangunan.

Di sisi lain, kerusakan rumah warga dapat dipicu oleh faktor struktur rumah tanpa memperhatikan kaidah bangunan tahan gempa. Berbagai upaya kesiapsiagaan akan membantu setiap warga untuk selamat dari ancaman bahaya gempa bumi.

Masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi inaRISK untuk melihat potensi ancaman bahaya di sekitarnya.

Melihat analisis inaRISK misalnya, Kabupaten Mukomuko terindentifikasi memiliki 15 kecamatan dengan potensi gempa pada kategori sedang hingga tinggi.

Sebanyak lebih dari 170 ribu warga berada pada potensi ancaman bahaya di sejumlah kecamatan tersebut. Mitigasi struktural dapat dilakukan dengan inisiatif dari setiap keluarga, misalnya dengan retrofitting pada sisi ruang di dalam tempat tinggal.

Retrofitting ini merupakan upaya sipil untuk meminimalkan kerusakan bangunan apabila terjadi gempa. Tentu langkah ini membutuhkan biaya dan konsultasi dengan ahli yang paham mengenai teknik retrofitting, namun ini merupakan bentuk investasi keselamatan setiap anggota keluarga.

Langkah lain dapat dilakukan oleh keluarga yaitu dengan memperhatikan berbagai hal, seperti misalnya Menyusun tata ruang yang memudahkan evakuasi keluar rumah, peletakan kunci di daun pintu, atau memperkuat perabot yang mungkin roboh akibat guncangan.

Di sisi lain, kesiapsiagaan juga merupakan elemen penting dalam menyelamatkan nyawa setiap anggota keluarga. Kepala keluarga bisa memulai untuk memberikan pengetahuan kepada anggota keluarga yang lain, misalnya cara evakuasi paling aman dari dalam rumah, perabot yang kuat untuk berlindung, titik kumpul yang aman atau pun tempat evakuasi terbaik apabila terjadi tsunami.

Setiap keluarga diharapkan memiliki rencana kesiapsiagaan keluarga yang didiskusikan secara bersama-sama. Rencana kesiapsiagaan ini dibutuhkan tidak hanya untuk ancaman gempa, tetapi bisa multibahaya, seperti tsunami maupun bahaya lainnya.

Pada konteks saat ini, keluarga juga perlu memperhatikan mengenai pandemi Covid-19 yang masih merebak di banyak wilayah. Misalnya dalam rencana kesiapsiagaan, keluarga sudah memiliki pengetahuan protokol kesehatan sehingga pada saat evakuasi atau mengungsi dapat segera menerapkannya dengan baik.

Sejarah Gempa Bengkulu

BNPB mencatat pada gempa Bengkulu 6 Desember 2017 menyebabkan kerusakan 247 rumah warga. Gempa M5,1 dan berkedalaman 10 km ini juga memicu terjadinya 1 warga luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Pusat gempa berada di darat sekitar 6 km barat daya Lebong, Bengkulu.

Pada saat itu, BMKG merilis intensitas kekuatan gempa dengan skala Modified Mercalli Intensity (MMI), Lebong pada III – IV MMI, sedangkan Bengkulu Utara III MMI dan Kota Bengkulu II – III MMI. Sebagian besar kerusakan bangunan rumah pada kategori rusak ringan.

Selanjutnya 10 April 2016, Bengkulu juga mengalami gempa yang mengakibatkan sejumlah kerusakan. Gempa M5,8 dengan kedalaman 61 km mengakibatkan 4 rumah warga rusak berat, 20 rusak sedang dan 40 rusak ringan.

Masih pada tahun yang sama, wilayah Bengkulu terdampak gempa meskipun lokasi gempa berada di laut 79 km barat daya Pesisir Selatan Sumatera Barat. Sebanyak 301 rumah mengalami kerusakan dengan tingkat ringan hingga berat. Kerusakan rumah berada di Kabupaten Mukomuko yang saat itu teridentifikasi pada IV – V MMI.

Pada lima tahun sebelumnya, tepatnya 4 Agustus 2011, gempa serupa merusakkan 40 rumah warga Mukomuko. Saat itu gempa M6,0 berkedalaman 28 km dan berpusat di laut pada 37 km barat daya Mukomuko.

Catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan gempa yang terjadi di sekitar Provinsi Bengkulu pernah beberapa kali menyebabkan tsunami.

Pada 1770 gempa M7,0 memicu tsunami dan mengakibatkan bagian pantai di dekat muara Sungai Gutongi, Padang, surut. Selanjutnya gelombang pasang terjadi pada saat bersamaan dengan terjadinya gempa.

Fenomena tsunami juga tercatat pada 1818, 1833, 1896, 1931, 1958 dan 2007.

Melihat analisis inaRISK, Provinsi Bengkulu memiliki 7 kabupaten dengan potensi bahaya tsunami kategori sedang hingga tinggi.

Tujuh kabupaten berpotensi bahaya tsunami antara lain Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Seluma, Mukomuko, Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu. Potensi populasi terpapar di sejumlah kabupaten tersebut sebanyak 77.888 jiwa.

Sumber: BNPB

Komentar