Misteri kematian jurnalis Situr Wijaya mulai menempuh jalur hukum yang lebih serius. Selvianti, istri almarhum secara resmi menunjuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers sebagai kuasa hukum untuk mendampingi proses hukum terkait dugaan tindak pidana di balik kematian suaminya.

Penunjukan ini dituangkan dalam Surat Kuasa Khusus No. 08/Sk-kuasa/LBHPers/IV/2025 yang dirilis LBH Pers di Jakarta. Nama-nama yang tercantum sebagai kuasa hukum antara lain Mustafa, Ahmad Fathanah Haris, Reza Adzarin Arifin, Gema Gita Persada, Chikita Edrini Marpaung, dan Widanu Syahril Guntur. Semuanya adalah advokat dari LBH Pers.

Poin krusial dalam surat kuasa tersebut menyebutkan bahwa tim hukum diberi mandat penuh untuk mengawal proses hukum yang menyangkut dugaan pelanggaran Pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana).

Keluarga almarhum mengaku memiliki alasan kuat untuk meragukan bahwa kematian Situr murni karena sebab alamiah.

“Kami merasa ada kejanggalan sejak awal, dan perlu pembuktian yang sah secara hukum,” ujar Selvianti.

Situr Wijaya ditemukan tak bernyawa di kamar Hotel D Paragon, kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada 4 April 2025. Ia lahir pada 1 Agustus 1992 dan dikenal sebagai jurnalis yang tengah menggarap beberapa liputan bertema sensitif, terutama di wilayah Sulawesi Tengah.

LBH Pers, yang berfokus pada pendampingan hukum bagi insan pers, menyatakan akan melakukan berbagai langkah hukum, termasuk berkoordinasi dengan kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan untuk mengungkap fakta sebenarnya di balik kematian Situr.

LBH Pers akan mendampingi keluarga korban untuk mendapatkan keadilan, serta memastikan proses hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.

Kematian mendadak seorang jurnalis yang tengah menelusuri isu-isu strategis di daerah tentu bukan peristiwa biasa. Dalam konteks itu, pendampingan hukum menjadi sangat penting bukan hanya untuk kepentingan keluarga, tetapi juga untuk menjaga marwah kebebasan pers.

Keluarga berharap, dengan keterlibatan LBH Pers, keadilan dapat ditegakkan dan penyebab kematian Situr Wijaya bisa terkuak seterang-terangnya.

“Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bukan hanya untuk kami, tapi juga untuk kebenaran yang lebih besar,” tutup Selvianti.***