Misteri kematian jurnalis Situr Wijaya (SW) belum juga menemukan titik terang. Jenazahnya ditemukan di kamar Hotel D’Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta, pada Jumat, 4 April 2025. Namun, lebih dari seminggu berlalu, keluarga dan kerabat masih dikejar pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Benarkah ini kematian alami?

Kondisi jenazah saat ditemukan langsung menimbulkan curiga. Terdapat lebam mencolok di wajah serta pembengkakan pada dahi yang diduga akibat benturan benda tumpul. Tapi bukan hanya itu yang membuat keluarga gelisah. Sejumlah kejanggalan sejak awal penemuan hingga penanganan jenazah memperbesar keraguan bahwa SW meninggal karena sebab biasa.

Kamar retak, jenazah miring, dan informasi tak utuh

Dalam foto yang pertama kali diterima pihak keluarga, tampak lantai kamar mengalami keretakan. Bagi sebagian orang, detail ini mungkin terlihat sepele. Namun, bagi keluarga, ini jadi sinyal awal bahwa ada kemungkinan lokasi kejadian bukanlah ruang yang sesuai dengan standar hotel bersangkutan.

Lebih lanjut, foto jenazah memperlihatkan posisi tubuh miring layaknya orang tidur. Namun, ketika jenazah ditemukan kembali dalam mobil ambulans RS Duta Indah, baru tampak jelas kondisi wajah yang lebam dan membengkak.

“Kalau bukan karena bantuan seorang anggota TNI yang kebetulan saudara dari tetangga kami di Palu, mungkin jenazah almarhum tidak akan ditemukan,” kata istri almarhum, Selviyanti, Minggu malam (13/4).

Rafli, anggota TNI tersebut, menelepon Selviyanti begitu menemukan jenazah SW. Namun yang ia sampaikan mengejutkan: jenazah SW hanya berada di dalam mobil ambulans, tanpa pendamping resmi, hanya dikelilingi oleh orang-orang yang sibuk memotret.

Respons hotel yang memunculkan pertanyaan

Mengutip laporan Tempo, pihak hotel tak langsung melaporkan penemuan jenazah ke polisi. Laporan kepada ambulans baru dilakukan esok harinya, sekitar pukul 12.57 WIB. Padahal, dari informasi yang dihimpun, SW diperkirakan meninggal sekitar pukul 22.25 WIB pada malam sebelumnya.

Sopir ambulans yang menjemput jenazah menyebut, saat tiba di kamar, tubuh SW sudah dalam keadaan membiru dan hanya mengenakan celana boxer. Tubuhnya ditemukan di bawah kasur. Tidak ada garis polisi, tidak ada pemeriksaan tempat kejadian perkara yang semestinya dilakukan pada kasus kematian mendadak di tempat umum.

Ponsel aktif, kabar melalui orang asing

Yang tak kalah membingungkan bagi keluarga adalah saat Selviyanti menerima kabar kematian sang suami melalui panggilan telepon dari ponsel Realme milik SW. Tak hanya itu, kabar berikutnya datang lewat video call dari iPhone almarhum. Yang berbicara adalah dua orang berbeda, seorang perempuan yang mengaku teman, lalu seorang pria dari pihak hotel yang menolak permintaan Selviyanti untuk melihat kondisi jenazah secara langsung.

“Dia hanya kirim foto, dan saya minta lihat langsung ditolak,” ujar Selviyanti.

Lebih aneh lagi, ketiga ponsel almarhum masih aktif setelah ia dinyatakan meninggal. Padahal, semua perangkat itu dilindungi kata sandi, bahkan aplikasi WhatsApp-nya pun memiliki pengaman tambahan.

“Kalau bukan almarhum sendiri yang buka, gak mungkin bisa diakses. Dia sangat hati-hati, bahkan kita teman dekat pun tak tahu kode aksesnya,” tutur Hidayat, sahabat SW.

Benda-benda yang tak sesuai kebiasaan

Sederet hal kecil yang tertangkap kamera justru makin memperkuat dugaan keluarga bahwa ada yang janggal. Dalam foto-foto, terlihat kacamata tergeletak di lantai dekat kepala SW. Padahal, menurut Selviyanti, sang suami selalu meletakkan kacamata di sisi ranjang sebelum berbaring. Ia tidak pernah naik ke tempat tidur sambil mengenakan kacamata.

Hal serupa berlaku pada sepatu yang terlihat berantakan dan keset yang tergeser. Semua itu bertentangan dengan kebiasaan SW yang sangat rapi. “Dia tipe orang yang suka merapikan hal kecil seperti keset yang tidak simetris,” ujar Hidayat yang sering menginap bersama SW saat tugas luar kota.

Jejak laporan yang belum jelas

Situr Wijaya diketahui terakhir berpamitan kepada istrinya pada Kamis, 3 April 2025, untuk mudik ke Jawa dan mengurus sesuatu di Jakarta. Belakangan muncul kabar bahwa SW hendak membawa sebuah laporan penting ke Kejaksaan Agung usai Lebaran. Belum bisa dipastikan apakah laporan tersebut berkaitan dengan konflik agraria di Morowali Utara yang selama dua tahun terakhir didampinginya bersama beberapa aktivis.

Kematian Situr Wijaya menyisakan ruang gelap yang belum diterangi. Sejumlah pertanyaan mengambang di udara. Apakah kamar memang sengaja diatur ulang? Mengapa ponsel tetap aktif dan bisa digunakan pihak lain? Mengapa pihak hotel tidak segera melaporkan kematian ke polisi?

Hingga kini, misteri itu belum terjawab. (Tim)