Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan gencatan senjata untuk menghentikan ketegangan di Gaza.

Kesepakatan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, pada Rabu (15/1) di Doha, Qatar sebagaimana di kutip Antara.

Dalam konferensi persnya, Al Thani menjelaskan bahwa gencatan ini dirancang dalam tiga tahap yang akan mulai berlaku pada Minggu (19/1).

Poin-poin kesepakatan mencakup pembebasan sandera, pertukaran tahanan, penghentian pertempuran, jaminan keamanan untuk Israel, serta pemberian akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Lebih jauh, kesepakatan ini membuka peluang untuk dialog mengenai pemerintahan di Jalur Gaza ke depan, sekaligus rencana rekonstruksi wilayah Palestina. Proses ini dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

Lantas, Apa arti Gencatan Senjata?

Dalam konteks konflik seperti di Gaza, gencatan senjata berarti penghentian sementara permusuhan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah ini didefinisikan sebagai penghentian sementara aktivitas tembak-menembak yang disepakati kedua pihak.

Sementara itu, menurut ensiklopedia Britannica, gencatan senjata adalah kesepakatan penghentian tindakan agresif antara dua atau lebih pihak yang bertikai. Istilah, cakupan, dan durasi gencatan ditentukan oleh kesepakatan antara pihak-pihak terkait.

Cakupan dan Durasi

Gencatan senjata bisa mencakup penghentian sebagian atau seluruh aktivitas militer. Ruang lingkupnya sering kali mencakup jaminan keamanan, pemberian bantuan kemanusiaan, atau pembicaraan lanjutan untuk solusi damai. Durasi kesepakatan ini bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga periode yang lebih panjang guna mendukung upaya perdamaian yang lebih besar.

Gencatan Senjata dalam Hukum Internasional

Walaupun gencatan senjata total tampak seperti akhir konflik, secara hukum internasional status perang tetap berlangsung. Dalam kondisi ini, pihak bertikai maupun pihak netral masih memiliki hak dan kewajiban tertentu.

Kesepakatan antara Israel dan Palestina kali ini tidak hanya menjadi harapan untuk penghentian konflik sementara, tetapi juga kesempatan penting untuk merancang perdamaian yang lebih langgeng di masa depan.***