Kisah Lengkap Sewu Dino yang Disebut Lebih Seram dari KKN di Desa Penari
Sri juga melihat Dini, ia hanya duduk memandangnya, seakan menegaskan bahwa ia akan bertahan disini, Sri tidak punya hak memintanya keluar, terlepas apakah ia juga tahu apa yg sebenarnya terjadi dibalik semua peristiwa ini
Sugik, menutup pintu mobil, membiarkan Sri beristirahat.
Mobil perlahan meninggalkan kediaman Atmojo, Sugik terus membawa Sri menuju perjalanan pulang. Namun, tiba-tiba, ia menghentikan mobil, disamping sebuah tebing.
Ia keluar dari mobil, mengeluarkan sebatang rokok, lalu menghisapnya, lantas ia bertanya pada Sri, yg kebingungan.
“Sri, awakmu wes ngerti kan, sak iki, sopo iku Atmojo”
(Sri, sekarang, kamu mengerti kan siapa keluarga Atmojo).
Sri mengangguk. “Tapi opo awakmu yo ngerti sopo iku keluarga Kuncoro” (tapi apa kamu mengerti siapa itu keluarga Kuncoro)
Sri terdiam memandang Sugik, “aku ngerti”.
“Aku biyen kerjo nang keluarga Kuncoro, sak durunge, keluarga iku wani nentang Atmojo. Aku eroh kabeh, yo opo, siji gal siji, keluarga iku mati, loro kabeh, sampe onok sing bunuh diri, tapi, sing gak di erohi ambek keluarga kuncoro iku” (dulu, aku bekerja di keluarga Kuncoro, sebelum keluarga itu berani menentang keluarga Atmojo, saya tahu semuanya, bagaimana keluarga itu dibantai satu persatu dengan penyakit yg aneh, sampai ada yang bunuh diri, tapi ada yg tidak di ketahui oleh keluarga Kuncoro”.
Sugik diam, “aku sing nandur Pasak jagor nang omahe keluarga Kuncoro, aku sing berkhianat nang keluarga iki, aku wedi Sri, sampe sak iki, nek iling iku, aku kudu nangis” (Aku yg menanam Pasak Jagor di rumah keluarga Kuncoro, aku yg berkhianat pada keluarga ini, aku takut Sri). (bila ingat itu saya ingin menangis rasanya)
“Mbah Tamin sing mekso, nek igak, anak bojoku bakal nerimo kirimane” (mbah Tamin yg memaksaku, bila tidak, anak isteriku yg akan menerima kiriman dari beliau).
Sri tidak habis pikir, sekarang, kepingan puzle itu selesai sudah.
Itu adalah kali terakhir Sri berhubungan dengan keluarga Atmojo. Sudah sebulan lebih ia tidak mendapatkan kabar itu lagi, sampai, di suatu pagi, ia mendengar seseorang mengetuk pintu.
Bapak pergi keluar untuk memeriksa, namun, ia tidak kunjung kembali. Sri pun pergi memeriksanya.
Ia mendapati bapak memegang sebuah kresk hitam besar, mata bapak melotot kaget, melihat isi kresek itu, ketika Sri merebutnya, ia langsung tahu apa itu.
Uang yg memenuhi kantung kresek itu, baru saja ditinggalkan atau sengaja ditinggalkan di rumah ini.
Melihat itu, Sri lantas membawa uang itu, bapak coba menghentikan Sri namun, Sri keras kepala, ia membuangnya ke pembuangan sampah, mengatakan kepada bapak agar tidak mengambilnya lagi, bila tidak ingin, ia terjerat lagi dalam lingkaran keluarga Atmojo.
Sampai di sini, gw akhiri saja cerita ini, 3 narasumber itu, sebenarnya memang salah satunya adalah Sri, namun, 2 narasumber lain adalah beberapa orang yg mengaku tahu, cara kerja ilmu hitam seperti ini, bahkan nama angon (peliharaan) itu juga gw ganti, karena konon, sedikit sulit menggambarkan penggambaran sebenarnya dari angon (peliharaan) ini,
Pg paling gw inget dari ucapan mbak Sri adalah, “kabeh wong gede paling yo podo nduwe cekelan, gak usah kaget” (semua orang besar di negeri ini, pastilah punya pegangan jadi tidak usah kaget).
“Nek igak, yo gampang gawe matenine” (kalau tidak, ya mudah buat cara matiin dia).

 
													 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					