PALU – Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) berharap pemerintahan Sulawesi Tengah di bawah kendali Gubernur Rusdy Mastura dan Wakil Gubernur Ma’mun Amir lebih berorientasi pada prinsip keberlanjutan. Tentu saja lebih rendah emisi.

Hal ini disampaikan oleh Direktur EKONESIA Azmi Sirajuddin. “Kita melihat bahwa salah satu misi Gubernur dan Wakil Gubernur di dokumen RPJMD Sulteng Tahun 2021 -2026 ialah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan penguatan kelembagaan”, ujarnya.

Berdasarkan analisis EKONESIA terhadap dokumen RPJMD Sultang Tahun 2021 – 2026, terdapat potensi ekonomi kerakyatann dari sektor-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan yang dapat dioptimalkan. Total luasan areal dari sektor-sektor tadi memcapai 1.931.129, 95 hektar.

“Potensi tersebut jika kita optimalkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara riil di level tapak”.

Selain itu, menurut EKONESIA jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih sangat tinggi, karena pendekatan pembangunan tidak efektif menyentuh akar persoalannya. Berdasarkan data BPS Sulawesi Tengah tahun 2021, pada tahun 2020 kemarin masih ada 403.740 jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ini setara dengan 13% dari total populasi.

“Angka 13% itu yang mungkin nampak di permukaan, tapi di luar dari angka itu masih banyak yang tidak terpetakan, khususnya kelompok – kelompok rentan”, tambah Azmi.

Menurutnya, ada tiga kondisi spesifik wilayah Sulawesi Tengah yang harus jadi pertimbangan pemerintah daerah.

Pertama, wilayah ini baru sekitar dua tahun lebih dilanda bencana alam dahsyat. Menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi penyintas.

Kedua, situasi pandemi Covid yang lebih dari satu tahun terakhir menambah kerentanan baru secara sosial ekonomi kepada masyarakat. Sehingga masyarakat mengalami dampak ganda (double impact) secara sosial ekonomi dari bencana alam dan bencana non alam itu.

Ketiga, kekerasan terorisme yang masih berlanjut di beberaoa tempat seperti Poso dan Sigi, menambah lagi kerentanan lainnya. Orang trauma dan takut beraktivitas karena khawatir ancaman terorisme.

Dengan kondisi kewilayahan yang rawan bencana (alam, non alam dan sosial), maka sudah seharusnya pemerintah daerah menggenjot sektor ekonomi kerakyatan.

Karena itu, optimalisasi sektor ekonomi kerakyatan mesti dari hulu sampai hilir. Seperti, pengolahan produk mentah dari kantong-kantong produksi rakyat menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Tidak lagi dalam produk mentah. Sehingga nilai tambah ekonominya lebih tinggi.

“Kami dengar bahwa di Palu ada sentra industri yang bernama Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK Palu, seandainya kawasan KEK memacu industi hilirisasi produk rakyat akan lebih elegan dan bisa mengurangi emisi, setidakanya dari prinsip tata kelola produk yang lebih ramah lingkungan di level tapak sampai level industri hilirnya”, ungkap Azmi menambahkan.

Tak lupa pula, EKONESIA mengingatkan pemerintah daerah di level Propinsi jika daerah ini punya target pengurangan emisi sebesar 3% dari rata-rata emisi nasional. Seperti komitmen Pemprov Sulteng tahun 2012 silam.

“Kami hanya mengingatkan kepada Pemprov Sulteng terkait komitmen pemangkasan emsi sebesar 3% pada tahun 2012 silam, bagaimana dengan janji itu”, pungkas Azmi. (YP)