Dear Jogja, dari Kami yang Pernah Menempa Diri dan Patah Hati di Sana
Rasanya tinggal dan berproses di Jogja
Mungkin kamu lupa, Indonesia punya belasan ribu pulau di dalamnya. Mungkin kamu belum tahu benar, kalau Indonesia itu punya 34 provinsi yang tersebar. Di antara banyak daerah yang dimiliki, semesta selalu punya jalan membelokkan arah kami untuk berbondong-bondong datang ke Jogja. Alasannya beragam, mulai dari kuliah, pekerjaan, ikut bapak yang pindah tugas, sampai ngikut arus aja kayak teman-teman.
Kini, kami tak lagi tinggal di kota dengan seribu keramahan ini. Alasannya juga beragam, seperti menikah, pulang ke kampung halaman, sampai suka-suka semesta. Mungkin dua hari dua malam, tak akan cukup jika satu persatu dari kami mengucapkan terima kasih untuk kota ini. Untuk itu, izinkan kami bersatu melalui sepenggal tulisan ini dan berterima kasih lewat hal-hal baik yang Jogja berikan. Sekaligus menggambarkan, bahwa tanah ini merupakan tempat berproses paling magis dan indah yang pernah ada. Bukannya mendiskreditkan kota lain, tapi bagi kami yang pernah bertahun-tahun menempa diri dan berulang kali patah hati, Jogja selalu punya cerita menyenangkan, yang sayang jika tidak dibagi.
1. Saat pertama kali pindah ke Jogja, kami pikir kota ini tak nyaman ditinggali. Tapi semua terpatahkan sejak kami mendapat senyum ramah di sini

Kuliah dimana lu?
Jogja.
Yaelah jauh amat?
Saat pertama kali pindah ke sini, kami tak punya bayangan sama sekali tentang kota ini. Di pikiran kami, hanya satu: bisa bertahan sampai tenggat kewajiban bisa diselesaikan. Lalu cabut lagi ke daerah asal. Awalnya kami menganggap Jogja itu tak nyaman. Anggapan itu dimulai ketika kami menginjakkan kaki di tanah ini pertama kali. Pandangan aneh dan tatapan mata penasaran yang menyambut kami. Namun anggapan tak nyaman dan keras itu pelan-pelan luluh saat senyum-senyum tulus itu mengiringi perjalanan kami dari stasiun, bandara, atau terminal bus ke tempat singgah yang pertama.
Taksi mbak?
Ojek mbak?
2. Di kota ini, kami seakan belajar menjadi manusia baru. Kebiasaan dan budaya yang ada buat kami semakin ‘kaya’
