IDI Sebut, Aturan Baru BPJS Rugikan Masyarakat

JAKARTA – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membatalkan peraturan barumengenai katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik.

Ketua Umum PB IDI Prof Ilham Oetama Marsis mengatakan bahwa peraturan baru yang tertuang di Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 bisa menyebabkan kerugian bagi masyarakat dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas.

“Ini inisiatif BPJS karena mereka ditekan untuk mengurangi defisit, salah satu upaya keluarlah peraturan 2, 3, 5 ini. Tetapi kalau kita tinjau lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya,” ujar Prof Marsis saat ditemui di Kantor Pusat PB IDI, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).

Selain itu, Prof Marsis juga merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk merevisi peraturan tersebut sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis.

“Yang berhadapan dengan pasien itu dokter dan rumah sakit, bukan BPJS,” tegasnya.

Prof Marsis menjelaskan bahwa peraturan itu berpotensi melanggar UU SJSN No. 40 tahun 2004 Pasal 24 Ayat (3), juga tidak mengacu pada Perpres 19 tahun 2016 tentang JKN khususnya pasal 43a ayat (1) yaitu BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasional sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Selain itu juga dirasa bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 76 tahun 2016 tentang pedoman INACBG dalam pelaksanaan JKN.

dr Aman Bakti Pulungan sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menambahkan bahwa peraturan ini tidak mendukung program penurunan angka kematian bayi.

“Bisa dibayangkan, kita tidak akan pernah menurunkan angka kematian bayi di Indonesia kalau peraturan ini ditegakkan,” ungkapnya.

Peraturan baru tersebut tetap diberlakukan per tanggal 25 Juli 2018. Alasan BPJS Kesehatan tidak menunda pemberlakuan ketiga peraturan itu adalah untuk efisiensi pelayanan dan pembiayaan.

“Efesiensinya itu, efisiensi yang diharapkan atas penataan penjaminan ketiga tindakan ini itu hampir sekitar 360 miliar, apabila dilaksanakan sejak bulan Juli ini,” ujar Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief di Media Center BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (30/7/2018).

Source: Detik.com

Komentar