Gubernur Rusdy Mastura memutuskan untuk menonaktifkan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Novalina. Keputusan ini menimbulkan polemik, baik secara hukum maupun hubungan personal.

“Memang saya nonaktifkan dia,” ujar Rusdy Mastura, atau akrab disapa Cudy, saat bertemu media di Palu, pada Kamis (2/1/2025).

Cudy menjelaskan, bahwa alasan penonaktifan ini bermula dari sikap Novalina yang dinilai tidak kooperatif. “Ada hal-hal yang saya pertanyakan, tetapi dia tidak menjawab,” ungkapnya singkat. Langkah ini, menurutnya, telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan menjadi bentuk evaluasi kinerja pejabat di bawahnya.

  • Kritik atas Kebijakan

Namun, kebijakan Cudy menuai kritik. Mantan Sekdaprov Sulteng, Hidayat Lamakarate, menilai langkah tersebut melanggar aturan. Ia merujuk pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur bahwa pemberhentian seorang Sekdaprov hanya dapat dilakukan oleh Presiden dengan alasan yang jelas, seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, atau melanggar hukum.

“Selama belum ada keputusan Presiden, Ibu Novalina tetap berhak menjalankan tugasnya sebagai Sekdaprov,” jelas Hidayat dalam pernyataan tertulis pada Jumat (3/1/2025) seperti diberitakan Outentik.

Hidayat menambahkan, seorang gubernur hanya dapat mengusulkan pemberhentian melalui Menteri Dalam Negeri, dengan menyertakan alasan yang kuat. “Tanpa keputusan Presiden, kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum,” tegasnya.

  • Ketidakharmonisan Hubungan

Hidayat melihat akar persoalan ini lebih kepada ketidakharmonisan hubungan antara Gubernur Rusdy Mastura dan Novalina. Ketegangan ini, katanya, sudah muncul sejak proses penetapan Novalina sebagai Sekdaprov oleh Presiden, yang sempat ditolak oleh Gubernur.

“Ini bukan semata masalah kinerja, tetapi lebih kepada komunikasi yang kurang baik antara Gubernur dan Sekdaprov,” ungkap Hidayat.

Ia juga menyoroti insiden dalam Rapat Paripurna DPRD beberapa waktu lalu, di mana Gubernur dikabarkan menunjuk-nunjuk Novalina di hadapan peserta rapat. “Situasi ini menunjukkan adanya konflik personal yang harus segera diselesaikan demi menjaga stabilitas pemerintahan daerah,” tambahnya.

  • Gubernur: Penonaktifan Sesuai Ketentuan

Gubernur Rusdy Mastura menegaskan, bahwa langkahnya sudah sesuai aturan. Dalam pertemuan dengan awak media di Palu pada Jumat pagi (3/1/2025), ia menyebut bahwa tindakan menonaktifkan Sekdaprov masih dalam wewenangnya sebagai kepala daerah.

“Saya hanya menonaktifkan, bukan memberhentikan. Pemberhentian itu hak Presiden,” kata Cudy, mengutip Kailipost.

Menurut Cudy, tindakan ini adalah bentuk pembinaan. “Kalau nanti dia menjawab pertanyaan saya dan meminta maaf, ya saya maafkan. Ini supaya pejabat tahu diri bahwa ada atasan,” jelasnya.

Ia juga mengutip sejumlah peraturan yang menjadi dasar penonaktifan, seperti UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2021. Penonaktifan sementara, katanya, dapat dilakukan jika seorang pejabat gagal melaksanakan tugas, terlibat pelanggaran etika, atau menunjukkan sikap tidak disiplin.

Sementara, Tenaga Ahli Gubernur Bidang Komunikasi, Andono Wibisono kepada media ini mengatakan, bahwa saat ini, surat ke Setneg sudah diterima dan direspon positif.

  • Harapan untuk Solusi

Di tengah polemik ini, Hidayat Lamakarate mengajak pihak terkait untuk segera mencari solusi. Ia menegaskan bahwa seorang Sekdaprov memiliki peran vital sebagai penanggung jawab administrasi tertinggi di daerah.

“Kiranya Menteri Dalam Negeri dapat segera memfasilitasi penyelesaian persoalan ini. Sekdaprov harus bisa bekerja dengan baik tanpa terpengaruh konflik personal,” tutup Hidayat.

Editor: Rifai