PENELITIAN baru menunjukkan bahwa anak yang mirip ayah saat lahir lebih cenderung tumbuh sehat.

Para ilmuwan menduga ini disebabkan karena kemiripan tersebut secara tidak sadar mendorong ayah untuk memastikan bahwa pemegang gen mereka tumbuh dengan baik.

Meneliti interaksi keluarga adalah hal yang sangat menantang bagi para ilmuwan. Pasalnya, menyelisik sebab dan akibat di balik interaksi tersebut bisa dibilang hampir tidak mungkin.

Misalnya, saat kondisi kesehatan seorang anak buruk, sang ayah mungkin akan lebih terlibat dalam pengasuhan. Namun, bisa jadi kesehatan anak yang buruk mungkin justru melatari ayah untuk menjauh. Kemungkinan lainnya, kesehatan anak yang buruk dapat mendorong ibu untuk menjauhkan anak dari ayah.

Kesulitan lain adalah bahwa laporan tentang berapa banyak waktu yang dihabiskan ayah bersama anaknya dapat dengan mudah disepelekan, tergantung pada bagaimana perasaan ibu tentang keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

Misal, ibu yang ingin ayah lebih terlibat mungkin meremehkan berapa banyak waktu yang ia habiskan dengan anaknya, dan sebaliknya.

Terlepas dari kesulitan dan kompleksitasnya, para periset di Binghamton University di New York baru-baru ini mengamati interaksi ayah dan anak dari titik awal yang tidak biasa. Hasilnya dipublikasikan di Journal of Health Economics.

Tim peneliti ingin mengamati apakah kesamaan wajah antara ayah dan anak dapat memengaruhi keterlibatan ayah dan kesehatan anak.

Berusaha menjawab pertanyaan yang menarik ini, peneliti mengambil data dari studi Fragile Families and Child Wellbeing. Datanya berfokus pada lebih dari 700 keluarga di mana bayi tinggal hanya bersama ibu mereka saja.

Untuk menilai kesehatan bayi, berbagai parameter–seperti jumlah episode asma, jumlah kunjungan perawatan kesehatan dan ruang gawat darurat, dan masa tinggal terpanjang di rumah sakit–diukur.

Hasilnya, seperti dituturkan Dr. Solomon Polachek, Distinguished Research Professor of Economics, University of Binghamton, “Kami menemukan indikator kesehatan anak membaik saat anak itu mirip ayahnya.”

Kenapa begitu

Para peneliti menggali data lebih dalam dan menemukan bahwa ayah yang anaknya berwajah mirip mereka sepertinya menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak itu. Rata-rata dua setengah hari lebih lama dalam setiap bulan.

Dengan demikian, ayah memiliki waktu pengasuhan yang lebih banyak untuk memberi perawatan dan pengawasan, dan untuk mengumpulkan informasi tentang kebutuhan kesehatan dan ekonomi anak-anak.

Dr. Polachek menambahkan, “Kalau orang bilang ‘dibutuhkan orang sekampung untuk membersarkan anak’, saya dan rekan penulis, Marlon Tracey menemukan bahwa memiliki ayah yang terlibat juga ikut membantu.”

Tapi mengapa ayah bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak yang terlihat seperti mereka?

Satu teori, seperti yang dituturkan oleh Dr. Polachek, adalah bahwa “Para ayah yang menganggap tingkat kemiripan anak dengan mereka lebih tinggi merasa yakin bahwa anak itu keturunan mereka, dan karenanya mau menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.”

Penulis penelitian menyimpulkan bahwa, jika unsur pengasuhan ayah memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan anak, maka kebijakan harus dibentuk untuk membantu meningkatkan frekuensi kontak antar keduanya.

Dr. Polachek menjelaskan, upaya yang lebih besar dapat dilakukan untuk mendorong para ayah untuk sering melibatkan diri dalam hidup anak-anak mereka. Baik itu melalui kelas pengasuhan, pendidikan kesehatan, dan pelatihan kerja untuk meningkatkan penghasilan.

Bagaimanapun, penelitian ini memang memiliki beberapa keterbatasan. Temuan yang dilaporkan sendiri, tidak mencakup kesan ayah tentang seberapa besar kemiripan mereka dengan anak.

Selain itu, sulit untuk membedakan apakah ayah cenderung kurang menghabiskan waktu dengan anak-anak karena mereka dalam kondisi kesehatan yang buruk hanya berdasarkan dataset ini saja.

Ada pula kemungkinan bahwa seorang ayah yang sejak awal lebih terlibat dalam pengasuhan mungkin melihat kemiripan yang pada kenyataannya tidak ada. Sama halnya saat seorang ibu sangat ingin agar bayi tersebut menghabiskan waktu teratur dengan ayah mereka mungkin akan merasakan keduanya lebih mirip.

Meski hasilnya menarik, masih banyak penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan untuk menguatkan kesimpulan para peneliti.

Dalam beberapa penelitian, anak-anak yang dibesarkan ibu tunggal telah ditemukan memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah. Efeknya diukur bahkan ketika faktor sosioekonomi diperhitungkan.

Penting untuk memahami faktor apa saja yang bisa berdampak pada anak-anak yang dibesarkan ibu tunggal, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kesehatan anak-anak ini.

Sampai saat ini, hanya ada sedikit penelitian tentang dampak keterlibatan ayah yang tidak tinggal bersama anaknya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan telah mencapai kesimpulan yang kontradiktif.

Sebagai contoh, sebuah penelitian menemukan bahwa tingginya tingkat keterlibatan ayah meningkatkan risiko obesitas saat anak beranjak remaja. Sementara penelitian lain menemukan adanya kebiasaan makan yang lebih sehat saat tingkat keterlibatan ayah tinggi. Sumber : Beritagar.id