Kisah Lengkap Sewu Dino yang Disebut Lebih Seram dari KKN di Desa Penari

“Jimat sing kanggo nyantet Dela”

Benar. di malam itu, Sri dan Dini, masuk ke kamar si mbah, disana ia bisa melihat banyak tergantung kepala kerbau yg dipasang di tembok, selain itu, kamar mbah Tamin banyak dihiasi kain merah, bau kemenyan tercium sampai menusuk hidung. mbah Tamin, kemudian melangkah masuk.

Ia menyuruh Dini duduk didepanya, membiarkan Sri berada di samping Dini, “awakmu bakal ndelok kebon tebu, golekono wong sing mok temoni nang kunu, tutno, nang ndi wong iku engkok longgoh” (nanti, kamu akan melihat kebun tebu, disana ada orang, cari dan ikuti dia, sampai ia duduk disebuah tempat).

Mbah Tamin kemudian meminta Dini meminum air degan hijau, memijat-mijat kepalanya, sambil mengusap asap kemenyan, ia lalu menghantam kepala Dini dengan telapak tangan.

“Sri, tolong jogo dini, mbah kate metu” (Sri tolong jaga Dini, si mbah, mau keluar dulu)

Mbah Tamin pergi, sementara Dini, tersungkur pingsan, di dahinya, ia terus berkeringat, berkali-kali, ia tampak seperti orang yg meracau, mengatakan sesuatu seperti “peteng” (gelap).

Namun, Sri telaten, membersihkan keringat Dini, ia juga membantu Dini agar bisa tidur dengan posisi yg benar. ia terus menjaga Dini sepanjang malam, si mbah, tidak juga kembali, semakin malam, Dini semakin kacau, ia menjerit, seperti tengah berlari, nafasnya terengah-engah.

Yg membuat Sri tersentak ketika Dini mengatakan “Pak’ e ndelok, pak ‘e ndelok!! aku dikejar, aku dikejar!!” (bapaknya melihat saya, bapaknya sudah melihat, saya dikejar, saya dikejar)

Badan Dini, tiba-tiba panas, panas sekali. Sri mulai khawatir, namun ia bingung, harus apa.

Tidak beberapa lama, mbah Tamin kembali, ia hanya menepuk bahu Dini, dan ia langsung bangun, wajahnya tampak kaget, seperti ingin mengatakan sesuatu, namun ia urungkan saat melihat mbah Tamin melotot, seakan menahan bahwa ia tidak boleh mengatakanya di sini.

Mbah Tamin dan Dini keluar, Sri tidak mengerti, kenapa si mbah seakan menghindarinya

Setelah menunggu, si mbah memanggil Sri, menyuruhnya agar kembali ke kamar. Perjalanan ke kamar Sri, melewati sebuah kamar tanpa pintu, di sana, ada Dela melihatnya, ia hanya tersenyum menatap Sri.

Hal terakhir yg Sri ingat saat melihat Dela adalah, ia seakan memberitahu, bahwa akhir dari semuanya, adalah rumah ini.

Rumah, yg akan Sri ingat sampai akhir nanti.

Sri menutup pintu, menguncinya, ia terlalu lelah malam ini. apa yg ia lihat, ingin ia lupakan dalam tidurnya.

Saat Sri memejamkan mata. Seseorang membelai rambutnya. memakasanya untuk melihat sesiapa yg tengah menganggu tidurnya.

“Dela” kata Sri saat melihatnya. “kok isok” (bagaimana bisa)

“Aku, ket mau nang jeroh kamarmu loh Sri, nang nisor bayangmu, wong tuwek iku, gak goleki aku kan” (aku dari tadi sebenarnya ada di dalam kamarmu loh Sri, tepatnya di bawah ranjangmu, apa orang tua itu masih mencari saya).

“Aku jalok tolong, sak iki, nyowomu nang tangane wong tuwek iku, nek awakmu nuruti aku, awakmu isok selamet, lan tak duduhi perkara masalahe, awakmu percoyo ambek aku ndok” (Aku minta tolong, sekarang, nyawamu ada di tangan si mbah, kalau kamu menuruti apa kata saya, kamu akan selamat, dan tak kasih tahu sumber masalahnya, kamu percaya sama saya kan)

“tolong opo” tanya Sri ragu. ia masih ingat bagaimana ia melakukan kesalahan fatal itu.