Kisah Lengkap Sewu Dino yang Disebut Lebih Seram dari KKN di Desa Penari

“Wong tuwek iku, rupane gak goblok yo” (orang tua itu, rupanya tidak bodoh ya) kata Dela, “Percuma, aku ra isok metu tekan alas iki” (percuma saja, ternyata, aku tetap tidak dapat keluar dari hutan ini).

Sri hanya diam, ia, juga bingung harus melakukan apa.

“Wes cidek waktune, diluk engkas” (sudah dekat waktunya, sebentar lagi).

Kalimat terakhir Dela seperti memberi isyarat tentang sesuatu.

“Jek rong ngerti” (masih belum ngerti) “rambut sing diculi kancamu iku, mbok pikir opo” (rambut yg di lepas temanmu kamu pikir apa)

“rambut Dela” kata Sri menebak.

Sosok itu mengangguk, “teros”. Mata Sri terbelalak mendengarnya.

“Mbok pikir aku sengojo mbujuk awakmu to” (kamu pikir saya sengaja menipumu kan) jek rong ngerti pisan (masih belum mengerti juga)

“Erna” kata Sri. Seketika itu, Dela tertawa, ia tidak pernah melihat suara tertawa semengerikan itu. Sri kembali ke rumah tanpa Dela, langkah kakinya berat memikirkan kemungkinan yg Sri pikirkan dari tadi, dan saat ia masuk ke rumah, ia bisa melihat genangan darah

Sri mengikuti jejak darah itu, yg berakhir di kamar mereka, di sana, ia melihat Dini, menutupi wajah Erna dengan kain.