Penegakan Hukum dan Fenomena Viral
Dalam penegakan hukum, media sering kali menjadi faktor pendorong utama dalam pengungkapan kasus korupsi. Namun, fenomena ini juga mengungkap kenyataan pahit. Banyak kasus besar baru ditindaklanjuti setelah mendapat tekanan dari publik.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Tadulako (Untad), Prof. Dr. Aminuddin Kasim, SH, MH, mengkritisi kecenderungan aparat penegak hukum yang hanya bertindak setelah suatu kasus viral di media sosial.
“Aparat harus bekerja secara profesional dan tidak menunggu kasus menjadi viral dulu baru ditindaklanjuti. Ini berbahaya, karena bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” ujarnya dalam Pelatihan Jurnalistik Investigasi dan Liputan Korupsi yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah di Swiss-Belhotel Palu, Senin (17/2/2025).
Ia menilai, bahwa ketergantungan aparat terhadap sorotan media justru menunjukkan lemahnya inisiatif dalam menjalankan tugasnya secara independen.
“Jangan sampai muncul kesan bahwa tanpa tekanan publik, kasus-kasus besar tidak akan tersentuh,” tambahnya.
Dalam diskusi tersebut, Prof. Aminuddin juga mengingatkan bahwa media memiliki peran penting dalam mengungkap kasus korupsi, tetapi harus tetap berhati-hati dalam menyajikan informasi.
“Kadang pihak swasta menjadi korban, dijadikan bulan-bulanan oleh kepentingan aparat dan kurangnya kehati-hatian jurnalis,” ujarnya.
Ia mengingatkan, bahwa tidak sedikit kasus yang mencuat di media ternyata memiliki motif di baliknya, baik dari aparat yang ingin menargetkan pihak tertentu, maupun kelompok berkepentingan yang ingin membentuk opini publik untuk keuntungan mereka sendiri.
“Media harus selektif dalam menerima informasi. Jangan sampai terjebak dalam kepentingan pihak tertentu yang justru menyalahgunakan peran media untuk agenda pribadi,” tambahnya.
Fenomena ini menunjukkan perlunya reformasi sistem hukum agar lebih proaktif dalam menangani kasus-kasus korupsi, tanpa harus menunggu desakan publik.
Menurut Prof. Aminuddin, penegakan hukum yang efektif harus dimulai dari pengawasan kebijakan sejak awal, bukan sekedar menindak setelah pelanggaran terjadi.
“Mens rea atau niat jahat dalam tindak pidana korupsi sering kali berawal dari kebijakan yang menyimpang. Oleh karena itu, pengawasan terhadap kebijakan publik sangat penting agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang,” jelasnya.
Ia berharap, bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab media dan aparat, tetapi juga memerlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai elemen lainnya untuk menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel.
“Kita harus membangun kesadaran kolektif bahwa korupsi merugikan semua pihak. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan yang sistematis dan melibatkan berbagai pihak,” pungkasnya.***

 
													 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					