PALU – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng mencatat sebanyak 11 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi pascabencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di wilayah Kota Palu, Donggala dan Sigi (Pagasi), 28 September lalu.

Hal itu mengemuka pada kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) dan Workshop Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pascabencana, di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (29/11).

“Kami menerima aduan yang diterima oleh relawan di pos atau tenda ramah perempuan,” unakap Asisten Administrasi Umum, Pemprov Sulteng, Muliono, saat membuka kegiatan.

Menurutnya, bentuk kekerasan yang dialami korban, berupa kekerasan seksual, fisik, psikis, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Temuan itu, kata dia, praktis menambah deretan panjang kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak di Sulteng. Di mana sampai Agustus 2018 lalu sudah mencapai angka 256 kasus.

“Perlindungan perempuan dan anak juga penting selain pemulihan fisik infrastruktur pascabencana. Penanganannya tidak boleh ditunda,” tekannya.