Proyek Rp150 Miliar Sungai Palu Terancam Gagal : Molor, Cacat Konstruksi, dan Pembengkakan Biaya

Proyek perbaikan Sungai di kawasan Kota Palu, yang dirancang untuk menangkal dampak bencana bencana, kini justru terjebak dalam krisisnya sendiri.

Tenggat yang molor dan pengawasan yang lemah membuat proyek senilai Rp150,99 miliar ini terancam gagal memenuhi tujuannya. Keterlambatan tersebut berpotensi mengakibatkan pembengkakan biaya, sementara manfaat yang diharapkan kian terkikis.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) didesak untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini.

Audit tersebut diperlukan untuk meneliti penggunaan anggaran oleh PPK Sungai dan Pantai 1 Satker PJSA BWSS III, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek dengan sumber dana dari pinjaman luar negeri (PHLN) melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan kode IP-580, yang mencakup periode tahun anggaran 2023-2024.

Molornya proyek yang dikerjakan oleh kontraktor PT Selaras Mandiri Sejahtera (SMS) ini menjadi bukti nyata lemahnya manajemen proyek berskala besar.

Pengawasan yang minim dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III telah membuat proyek ini terus dirundung masalah. Dari perencanaan yang kurang matang hingga kendala teknis di lapangan, proyek ini semakin jauh dari target.

Reportase tim media, di lokasi proyek pada Jumat, 11 Oktober 2024, menunjukkan progres yang jauh dari harapan.

Hingga saat ini, proyek tersebut baru mencapai realisasi fisik dan keuangan sebesar 36 persen, sementara target awal seharusnya mencapai 52,63 persen. Hal ini memicu terjadinya deviasi sebesar -7,59 persen dan pelaksanaan Show Cause Meeting (SCM) untuk mengevaluasi kinerja proyek.

PPK Sungai dan Pantai 1 di Satker PJSA, Haryadi Indra Mantong, dalam upaya konfirmasi terkait berbagai persoalan yang terjadi di lokasi proyek perbaikan sungai yang dimulai sejak Mei 2023, menjelaskan, bahwa hingga saat ini realisasi fisik dan keuangan proyek baru mencapai 36%. Hal ini sudah dipotong oleh uang muka sebesar 20 persen yang telah dicairkan di awal proyek.

Haryadi juga menjelaskan, bahwa batas akhir pelaksanaan kontrak yang semula ditetapkan pada 31 Desember 2024 telah diperpanjang hingga 31 Juli 2025 melalui adendum. Meskipun begitu, terjadi deviasi antara realisasi progres fisik dan keuangan yang direncanakan.

“Rencana realisasi mencapai 52,63%, tetapi yang tercapai baru 45,04%, dengan deviasi -7,59%. Kami sudah pernah melakukan Show Cause Meeting (SCM) pertama untuk membahas masalah ini,” ungkap Haryadi melalui pesan WhatsApp.

Ia juga menyebutkan, bahwa kontraktor pelaksana proyek, PT Selaras Mandiri Sejahtera (SMS), telah melakukan adendum kontrak untuk menambah waktu pengerjaan selama 7 bulan.

Perpanjangan waktu ini disebabkan oleh sejumlah kendala teknis di lapangan, seperti penemuan sisa bangunan lama, kawat bronjong, batuan sisa bronjong, sisa pasangan batu, tetrapod, dan bahkan bangkai kendaraan roda empat yang menghambat proses pemancangan Concrete Sheet Pile (CCSP).

Lebih lanjut, Haryadi mengungkapkan bahwa aktivitas tambahan pekerjaan juga dilakukan, seperti menggali lebih dalam di setiap titik pemancangan dan menambahkan pre-boring untuk mengatasi hambatan ini.

“Proses ini sempat menurunkan produktivitas pemancangan secara drastis,” jelasnya.

Selain itu, pada Juni 2024, Pemkot Palu juga meminta dibangunkan retention pond dan side drain di kedua sisi Sungai Palu, serta landscape di atas retention pond yang berfungsi sebagai jalur evakuasi saat bencana tsunami dan sebagai ikon waterfront city. Penambahan pekerjaan beton di Kawatuna, Mamara, dan Ngia juga dilakukan sebagai respons terhadap banjir yang sering terjadi di wilayah tersebut.

Terkait dengan kualitas pekerjaan, ditemukan adanya beberapa cacat pada konstruksi Coastal Dike dan River Dike, terutama retakan pada beton dan ketidaksesuaian material besi di beberapa titik Sungai Palu.

“Kami akan melakukan pengecekan ulang terhadap beton yang cacat dan besi yang tidak seragam, meskipun pada dasarnya jumlah besi yang terpasang sudah sesuai dengan gambar rencana,” ujar Haryadi.

Ia menambahkan bahwa besi beton yang tampak adalah bagian dari CCSP yang tertanam sampai kepala CCSP (tertanam penuh). Besi beton ini berfungsi sebagai penguat kepala CCSP saat dipukul dengan hammer, dan sebagian besi terbuang saat pembobokan Capping Beam.

Dengan berbagai kendala yang ada, Haryadi memastikan bahwa pihaknya terus memantau dan melakukan evaluasi untuk memastikan proyek dapat diselesaikan sesuai standar kualitas dan waktu yang telah diperpanjang.

Proyek perbaikan Sungai di kawasan Kota Palu yang bertujuan untuk menanggulangi bencana tsunami dan meminimalisasi dampak banjir, kini berada di tengah-tengah persimpangan. Rencana besar yang semula diproyeksikan berjalan lancar kini justru tersandung berbagai masalah teknis dan manajerial.

Hasil riset tim Media, mengungkapkan bagaimana proyek raksasa ini dihadapkan pada berbagai tantangan di lapangan.

Sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) pada Mei 2023, proyek ini direncanakan selesai dalam 540 hari kalender, dengan tenggat hingga Oktober 2024.

Namun, seiring berjalannya waktu, proyek yang melibatkan perbaikan Sungai Palu, Kawatuna, dan Sungai Ngia ini kini harus berhadapan dengan kenyataan yang lebih rumit dari sekadar waktu yang ditentukan.

Proyek yang akan dilanjutkan dengan masa pemeliharaan selama 365 hari itu mencakup sejumlah pekerjaan strategis yang vital bagi perlindungan kawasan dari bencana alam.

Rincian Pekerjaan di Sungai Palu:

  • Coastal Dike (Concrete Sheet Pile): Dua unit dike beton sepanjang 500 meter dengan ketinggian masing-masing 5 meter akan menjadi benteng utama untuk menjaga kawasan Palu dari hantaman air laut. Struktur ini diharapkan bisa memperkuat garis pantai dan mengantisipasi potensi gelombang besar.
  • River Dike Work (Concrete Sheet Pile): Dua unit dike sungai setinggi 4 meter dan sepanjang 500 meter juga dibangun untuk menahan arus sungai yang bisa menyebabkan banjir pada musim hujan. Pengerjaan river dike ini diharapkan bisa menjadi penopang utama dalam mitigasi banjir di kawasan hilir sungai Palu.
  • Pengerukan Dasar Sungai (Dredging): Tak kalah penting, proyek ini juga meliputi pengerukan dasar sedimen sungai sepanjang 2.480 meter dengan panjang pengerukan 1.000 meter. Pengerukan ini bertujuan untuk memperdalam aliran sungai dan mengurangi risiko pendangkalan yang bisa memperparah banjir.

Pekerjaan di Sungai Ngia:

  • Consolidation Dam: Di Sungai Ngia, tiga unit bendungan konsolidasi direncanakan untuk dibangun, masing-masing dengan ukuran dan kapasitas yang berbeda. CD 1 memiliki tinggi 4,5 meter dengan panjang 27,7 meter, sementara CD 2 setinggi 3,5 meter dan panjang 19 meter, serta CD 3 dengan tinggi 3,5 meter dan panjang 26 meter. Ketiga bendungan ini diharapkan dapat mengontrol debit air dan mengurangi dampak aliran deras yang sering memicu banjir lokal.

Penanganan di Sungai Kawatuna:

  • Consolidation Dam: Dua unit bendungan besar lainnya juga akan dibangun di Sungai Kawatuna. CD 1 dengan tinggi 5 meter dan panjang 49,3 meter, sementara CD 2 berdiri setinggi 7 meter dan sepanjang 57,6 meter. Pekerjaan ini dirancang untuk menjaga stabilitas aliran air di kawasan hulu dan hilir sungai.

Pekerjaan Revetment dan Groundsill:

  • Revetment Work: Untuk memperkuat dinding sungai, dua unit revetment (penguatan lereng) setinggi 4,7 meter dengan panjang 125 meter, dan satu unit setinggi 2,5 meter dengan panjang 1.182 meter menggunakan Beton Siklop K 175, juga akan dibangun. Struktur ini ditujukan untuk menahan erosi dan memperkuat tebing sungai yang kerap longsor.
  • Groundsill (Ambang Batas): Sebanyak enam unit groundsill dengan tipe 1, tinggi 2 meter, dan panjang 17,7 meter akan ditambahkan untuk mengatur aliran air dan mengurangi efek erosi dasar sungai.

Namun, berbagai kendala teknis yang muncul di lapangan, mulai dari sisa-sisa bangunan lama yang tertanam di alur proyek hingga kesulitan teknis dalam pemancangan Concrete Sheet Pile, telah membuat proyek ini menjadi semakin kompleks.

Meski rencana besar ini dirancang untuk melindungi ribuan warga dari ancaman bencana, tantangan di lapangan membuat perjalanan menuju penyelesaian proyek semakin penuh liku.

Kini, yang tersisa adalah harapan agar semua masalah teknis bisa diselesaikan dalam waktu yang tersisa, tanpa menambah beban biaya lebih besar yang berisiko menggerus manfaat yang dijanjikan. Bagaimanapun, proyek ini adalah janji besar untuk menjaga masa depan Kota Palu dari ancaman bencana alam yang tak terduga.