Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat akhirnya menyepakati langkah cepat untuk mengakhiri ketegangan tarif perdagangan bilateral.

Dalam waktu 60 hari ke depan, kedua negara menargetkan finalisasi kesepakatan, dengan putaran perundingan lanjutan yang sudah dirancang secara terstruktur.

Langkah ini diambil menyusul kebijakan tarif baru dari Pemerintah AS yang belakangan membebani sejumlah produk ekspor utama Indonesia seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang. Akibat kebijakan tersebut, tarif bea masuk untuk produk Indonesia melonjak hingga 47 persen — tingkat yang membuat produk Indonesia tertinggal dalam kompetisi dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

“Format dan acuannya sudah disepakati, dan akan ada pertemuan lanjutan dalam satu hingga tiga putaran. Targetnya, dalam 60 hari kesepakatan bisa difinalisasi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai pertemuan di Washington, DC, Kamis (17/4/2025).

Proposal komprehensif telah diajukan oleh Indonesia untuk meredam dampak dan memperbaiki posisi tawar. Pemerintah mengusulkan skema saling menguntungkan yang meliputi peningkatan pembelian energi dari AS seperti LNG dan minyak mentah, komitmen impor produk agrikultur seperti gandum, serta peningkatan impor barang modal dan produk hortikultura asal AS.

Tak hanya itu, Indonesia juga menawarkan insentif nyata bagi korporasi AS: mulai dari percepatan perizinan investasi, hingga kerja sama di sektor strategis seperti mineral kritis, pengembangan sumber daya manusia di bidang STEM, layanan keuangan, hingga ekonomi digital.

“Ini sangat memengaruhi daya saing ekspor kita. Bahkan, beberapa pembeli meminta agar beban tambahan ini bisa dinegosiasikan ulang,” ujar Airlangga, menegaskan urgensi dari kesepakatan ini.

Dengan kerangka yang telah disepakati, perundingan ini diharapkan bisa menjadi jalan tengah yang memulihkan iklim dagang kedua negara dan membuka peluang pertumbuhan ekonomi bersama.

Sumber: Infopublik