Ramai Soal Hak Cipta, Badai: Momentum Perbaikan Musik Indonesia
Musisi sekaligus pencipta lagu, Badai, menanggapi dinamika sengketa hak cipta yang melibatkan penyanyi Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias. Kasus ini juga memicu diskusi di kalangan musisi dan pemerintah mengenai sistem royalti yang lebih transparan dan adil.
Menurut Badai, kejadian ini harus menjadi momentum bagi industri musik Indonesia untuk berkembang ke arah yang lebih baik.
“Ini bagus, karena penyanyi jadi sadar bahwa industri ini bukan hanya milik mereka saja, tapi juga pencipta lagu dan elemen lain di dalamnya,” ujarnya dalam wawancara dengan Radio Dahlia Bandung 101,5 FM yang di unggah Ahmad Dhani di akun Instagram miliknya, Sabtu, 22 Februari 2025.
Ia menegaskan, bahwa industri musik terdiri dari berbagai pihak yang saling berkontribusi, mulai dari pencipta lagu, penyanyi, penata rekam, operator, kru, hingga home band. Oleh karena itu, setiap pihak harus mendapatkan hak yang adil atas karya yang mereka hasilkan.
“Industri ini harus naik level. Kita tidak bisa terus-terusan berada di posisi sekarang. Lihat saja di luar negeri, seperti kasus Sting yang menang atas P. Diddy karena pelanggaran hak cipta lagu ‘Every Breath You Take’. Di Indonesia, lagu tidak bisa terus menjadi barang bebas,” kata Badai.
Ia juga menilai bahwa polemik ini bisa menjadi ajang untuk mengungkap berbagai permasalahan dalam sistem royalti yang selama ini masih carut-marut.
“Sudah saatnya penyanyi dan pencipta lagu bersatu, tapi tetap dengan logika dan akal sehat. Tidak bisa saling mengklaim keunggulan masing-masing tanpa menghargai peran pihak lain,” ujarnya.
Badai berharap ke depan akan ada regulasi yang lebih jelas dan adil bagi semua pihak dalam industri musik, sehingga tidak ada lagi sengketa serupa yang terjadi.
“Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya, tapi yang jelas, pencipta lagu harus tetap dihargai,” pungkasnya.
Seperti diketahui, perseteruan antara Agnez Mo dan Ari Bias bermula pada Mei 2023, ketika Agnez Mo diduga membawakan lagu “Bilang Saja” tanpa izin dalam tiga konser yang digelar di Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Mengetahui hal ini, Ari Bias, sebagai pencipta lagu tersebut, menghubungi manajer Agnez Mo pada Juni 2023 untuk mengklarifikasi penggunaan lagunya tanpa izin.
Setelah tidak mendapatkan respons memuaskan, Ari Bias mengirim surat permintaan pembayaran royalti sebesar Rp5 juta per konser, total Rp15 juta untuk tiga konser tersebut. Namun, surat tersebut tidak direspons oleh pihak Agnez Mo. Pada Desember 2023, Ari Bias secara terbuka melarang Agnez Mo membawakan lagunya di konser.
Pada Maret 2024, Ari Bias menghubungi Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) dan mendatangi kantor Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk memeriksa apakah ada izin atau pembayaran royalti terkait tiga konser tersebut. LMKN mengonfirmasi bahwa tidak ada izin maupun pembayaran royalti yang dilakukan.
Menindaklanjuti hal ini, Ari Bias melayangkan somasi kepada Agnez Mo dan penyelenggara konser, HWG, namun tidak direspons. Akhirnya, Ari Bias melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dan menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada 30 Januari 2025, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa Agnez Mo bersalah karena membawakan lagu “Bilang Saja” tanpa izin dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias. Agnez Mo menyatakan bahwa mekanisme izin dan pembayaran royalti selama ini ditangani oleh penyelenggara acara, bukan dirinya secara langsung.
Kasus ini memicu perdebatan di kalangan musisi Indonesia mengenai tanggung jawab pembayaran royalti antara penyanyi dan penyelenggara acara. Beberapa musisi mendukung keputusan pengadilan, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap ekosistem musik di Indonesia. (Rfi)