Langkah Panjang Daeng Anpes. Perjalanan 1.800 Km yang Menginspirasi
Di bawah terik matahari Sulawesi yang tak kenal ampun, seorang pria bertopi dan berjaket tipis terus melangkah, satu demi satu, melewati jalan berliku dan tanjakan. Dengan langkah tegap dan semangat membara, Andi Mihammad atau lebih dikenal sebagai Daeng Anpes, menempuh perjalanan luar biasa dari Makassar ke Manado dengan berjalan kaki.
Perjalanan sejauh 1.800 km ini bukan sekadar tantangan fisik, tetapi juga sebuah bukti keteguhan hati dan semangat pantang menyerah.
Semua bermula pada 24 September 2024. Daeng Anpes, pria asal Maros, Sulawesi Selatan, memutuskan untuk melakukan perjalanan panjang ini bukan karena paksaan atau taruhan, tetapi karena dorongan hati dan tekad pribadi. Berjalan kaki sejauh itu bukan hal yang mudah. Ia harus menghadapi hujan, panas, angin, serta berbagai tantangan lain yang datang di sepanjang perjalanan.
Berbekal ransel sederhana dan kepercayaan diri yang tinggi, ia melangkah meninggalkan Makassar. Hari-hari pertama penuh dengan euforia. Masyarakat mulai memperhatikan langkahnya, sebagian menganggapnya gila, sebagian lagi justru kagum dengan tekadnya.
Dari kota ke kota, perjalanannya menarik perhatian warga yang mulai mengikuti perkembangan kisahnya melalui media sosial.
Dalam perjalanan panjang ini, Daeng Anpes tidak berjalan sendirian. Masyarakat Sulawesi, terutama mereka yang tinggal di daerah yang ia lewati, memberikan dukungan luar biasa.
Ada yang menyediakan tempat menginap, ada yang memberi makanan, bahkan ada yang menemani berjalan sejauh beberapa kilometer.
Di Gorontalo dan Sulawesi Utara, sambutannya semakin meriah. Banyak warga yang dengan sukarela menunggu di pinggir jalan hanya untuk melihatnya melintas. Ia juga mendapat pengawalan dari beberapa pihak, termasuk komunitas motor dan aparat keamanan yang memastikan keselamatannya selama perjalanan.
“Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh masyarakat Sulawesi atas support dan doa yang selama ini menguatkan saya selama di perjalanan,” tulis Anpes dalam unggahan media sosialnya.
Ia juga mengapresiasi dua sosok, Bang Zul (Gondrong) dan Bang Bodrex, yang setia mengawal perjalanan hingga titik finis. Baginya, perjalanan ini bukan sekadar tentang mencapai tujuan, tetapi tentang kebersamaan, persaudaraan, dan kebaikan hati yang ia temui di sepanjang jalan.
Tentu saja, perjalanan sejauh 1.800 km tidaklah mulus. Daeng Anpes menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari kelelahan ekstrem, cuaca yang tak menentu, hingga kemacetan yang sesekali terjadi akibat antusiasme masyarakat yang ingin melihatnya secara langsung.
Ia sadar bahwa kehadirannya di jalan raya bisa menyebabkan kepadatan lalu lintas. Maka dari itu, ia sebisa mungkin berjalan sejak subuh untuk menghindari kemacetan. Namun, tetap saja, ada beberapa momen di mana konvoi kecil yang mengikutinya menyebabkan arus lalu lintas tersendat.
Tak ingin menimbulkan masalah, ia secara terbuka meminta maaf kepada para pengendara yang mungkin merasa terganggu.
“Saya sudah berusaha berjalan sejak subuh agar tidak mengganggu arus lalu lintas. Namun, jika tetap ada yang merasa terganggu, saya mohon maaf,” katanya dengan rendah hati.
Setelah hampir empat bulan berjalan kaki, akhirnya pada Rabu, 12 Februari 2025, Daeng Anpes tiba di titik finis. Zero Point Manado. Kedatangannya disambut meriah oleh warga Manado yang sudah menunggu dengan antusias. Sorak-sorai, pelukan, dan air mata haru menyertai langkah terakhirnya.
Perjalanan panjang ini tidak hanya menguji fisiknya, tetapi juga mental dan emosinya. Namun, di balik semua rintangan, Daeng Anpes membuktikan bahwa ketekunan dan keyakinan bisa membawa seseorang melewati batas yang mungkin sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Apa yang dilakukan Daeng Anpes bukan sekadar perjalanan kaki biasa. Ini adalah simbol dari semangat juang, ketahanan, dan kebersamaan. Ia telah menunjukkan bahwa tekad kuat mampu mengalahkan lelah, bahwa langkah kecil yang terus dijalani bisa membawa seseorang ke tempat yang jauh.
Di era di mana banyak orang menyerah sebelum mencoba, kisah Daeng Anpes menjadi inspirasi bahwa tidak ada yang mustahil jika seseorang benar-benar percaya pada dirinya sendiri. Perjalanannya mengajarkan bahwa hidup bukan hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang proses dan pengalaman yang membentuk kita di sepanjang jalan.
Dan kini, meskipun langkahnya telah berhenti di Manado, jejak inspirasinya akan terus berjalan di hati banyak orang.***