Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) kembali menunjukkan peran strategisnya dalam menyelesaikan persoalan agraria yang berlarut-larut. Kali ini, mediasi antara masyarakat Desa Sulewana dan PT. Poso Energy (PE) yang dipimpin Ketua Harian Satgas, Eva Bande, berhasil menemukan titik terang setelah bertahun-tahun perjuangan masyarakat tak kunjung mendapatkan kejelasan.

Dalam forum mediasi yang digelar Sabtu (12/7/2025), masyarakat Desa Sulewana menyampaikan langsung keluhan mengenai dampak negatif yang mereka alami akibat aktivitas perusahaan. Sejumlah rumah warga rusak, fasilitas umum dan sosial ikut terdampak, bahkan lahan perkebunan terganggu, serta munculnya longsor yang sebelumnya tak pernah terjadi.

“Saat mediasi dimulai, masyarakat menyampaikan masalah dampak negatif yang mereka rasakan dari kegiatan yang dilakukan oleh PT. Poso Energy,” ujar Eva Bande kepada media ini.

Masyarakat menduga kuat bahwa kerusakan tersebut disebabkan oleh aktivitas peledakan (blasting) yang dilakukan perusahaan dalam proses pendalaman dasar Sungai Poso. Tujuan dari kegiatan itu, sebagaimana diklarifikasi dalam forum, adalah untuk meningkatkan laju debit air demi efisiensi turbin pembangkit listrik.

“Kerusakan bangunan tersebut diduga kuat karena kegiatan peledakan/blasting untuk pendalaman dasar sungai oleh PT. Poso Energy,” jelas Eva, aktivis yang dikenal konsisten memperjuangkan keadilan ekologis.

Pihak PT. Poso Energy yang hadir dalam rapat mediasi tak menampik bahwa aktivitas blasting memang dilakukan di beberapa titik Sungai Poso.

“Namun pihak perusahaan sempat menafikan kalau kerusakan bangunan milik masyarakat tersebut karena aktivitas peledakan/blasting,” tegas Eva.

Secara geografis, Desa Sulewana memang berada di jantung kawasan operasional perusahaan—terjepit di antara dua proyek besar, Poso 1 dan Poso 2. Warga mengaku, sebelum perusahaan beroperasi, mereka tidak pernah mengalami erosi, longsor, maupun kerusakan rumah seperti yang terjadi sekarang.

“Masyarakat juga menyampaikan bahwa sebelum PT. Poso Energy beroperasi, masyarakat tidak pernah mengalami kejadian seperti kerusakan rumah, erosi ataupun tanah longsor,” tutur Eva.

Dalam konteks itu, Satgas PKA menilai perusahaan memiliki tanggung jawab atas dampak yang terjadi, terlebih mengingat posisi strategis Desa Sulewana sebagai desa ring satu.

Setelah melalui proses mediasi yang panjang dan melelahkan secara emosional, akhirnya perusahaan menyampaikan komitmen konkret.

“Pihak PT. Poso Energy yang hadir mediasi mengatakan bahwa Desa Sulewana akan menjadi perhatian khusus. Perusahaan juga akan berkomitmen mengatasi semua dampak yang diakibatkan oleh aktivitas PT. Poso Energy,” ungkap Eva.

Tak berhenti di situ, dalam berita acara rapat disebutkan bahwa perusahaan bersedia mendukung program pengembangan Desa Sulewana. Salah satu bentuknya adalah pengusulan program bedah rumah untuk memperbaiki hunian warga yang rusak akibat blasting.

Meski begitu, Satgas PKA tidak serta-merta melepas pengawasan. Komitmen perusahaan akan terus dimonitor untuk memastikan implementasi berjalan sesuai kesepakatan.

Di akhir rapat, masyarakat memberikan apresiasi kepada Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid yang dinilai telah memberi ruang penyelesaian konflik agraria secara berkeadilan melalui pembentukan Satgas PKA. ***