Puluhan warga transmigrasi dari UPT Kancu’u Saembawalati, Kabupaten Poso, mendatangi kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kamis (15/5/2025). Mereka mengadukan nasibnya yang selama lebih dari satu dekade tinggal tanpa kejelasan hak atas tanah, fasilitas dasar, dan kepastian administrasi kependudukan.

Didampingi oleh Satuan Pendampingan (SP) Sintuwu Raya Poso, perwakilan warga diterima langsung oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, dr. Reny Lamadjido, dan Tim Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas Agraria) yang dikoordinatori Eva Bande.

Menurut Eva Bande, warga transmigran merasa terabaikan oleh pemerintah. Selama lebih dari 10 tahun bermukim di lokasi tersebut, mereka belum juga mendapatkan sertifikat atas lahan pekarangan, lahan usaha 1, maupun lahan usaha 2.

“Hingga kini, mereka belum memiliki sertifikat lahan pekarangan, lahan usaha 1, dan lahan usaha 2,” kata Eva mengutip keluhan warga.

Ia menambahkan, sebelumnya Pemerintah Kabupaten Poso sempat berjanji akan melakukan tukar guling lahan usaha 1, namun hingga saat ini janji itu belum terealisasi.

Tak hanya soal lahan, warga juga menyuarakan persoalan infrastruktur yang memperihatinkan. Jalan menuju wilayah transmigrasi dalam kondisi rusak parah, fasilitas kesehatan minim, serta sekolah yang ada jauh dari standar kelayakan.

“Jalan rusak, fasilitas kesehatan yang minim, serta sekolah dalam kondisi tidak layak pakai menjadi keluhan utama masyarakat,” ujar Eva usai mendengarkan langsung aduan warga.

Menurut Eva, berbagai upaya telah dilakukan warga untuk memperjuangkan haknya. Mulai dari audiensi ke Pemda Poso, aksi demonstrasi di Kantor Bupati Poso, hingga dialog dengan pihak terkait. Meski pernah ada kesepakatan bersama, solusi konkret hingga kini belum juga diberikan.

Yunus, salah seorang warga, menyuarakan kegelisahan mereka. Ia menegaskan bahwa warga transmigrasi hanya ingin hak dasar mereka dipenuhi.

“Kami warga transmigrasi menuntut agar hak dasar kami sebagai warga transmigrasi dipenuhi, termasuk kepastian administrasi kependudukan serta status lahan,” katanya.

Yunus juga mengungkapkan bahwa hingga kini, dari 100 kepala keluarga yang ada, sebagian besar masih bermukim di antara dua desa karena wilayah mereka belum resmi menjadi desa definitif.

Keluhan serupa disampaikan oleh Yeni Sandipu, warga lainnya. Ia mendesak agar pemerintah segera membangun fasilitas pendidikan dan kesehatan.

“Kami minta sekolah dan puskesmas dibangun, karena anak-anak kami harus menempuh jarak jauh ke sekolah yang kondisinya pun tidak layak,” tuturnya.

Secara resmi, tuntutan masyarakat transmigrasi UPT Kancu’u Saembawalati meliputi:

  1. Meminta Wakil Gubernur Sulawesi Tengah untuk mengembalikan hak-hak kependudukan warga transmigrasi.
  2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Poso agar wilayah transmigrasi dijadikan desa definitif.
  3. Meminta pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, PAUD, dan rumah ibadah.

Warga berharap, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah yang berlarut-larut ini. Bagi mereka, hak atas tanah, pendidikan, dan kesehatan bukan sekadar permintaan, tetapi kebutuhan mendesak untuk membangun masa depan lebih baik.***