DPRD Sulteng Respon 12 Tuntutan Organisasi Kesehatan
PALU – DPRD Sulawesi Tengah menerima peserta aksi damai dari Organisasi Profesi Kesehatan Sulteng di Ruang Sidang Utama DPRD, Senin (08/05/2023).
Diketahui, aksi ini serentak dilakukan seluruh Indonesia untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw.
Peserta aksi diterima oleh Wakil Ketua-III DPRD Provinsi Sulteng H. Muharram Nurdin, Ketua Komisi-IV DPRD Alimuddin Paada dan beberapa Anggota DPRD lainnya, yakni, Faizal Lahadja, Aminullah BK, H. Nur Dg. Rahmatu serta Elisa Bunga Allo.
Sedangkan dari pihak Organisasi Profesi Kesehatan Sulteng yakni, Dr. dr. Ketut Suaranya, M.Kes, yang dimana organisasi profesi kesehatan tersebut tergabung dalam lima bidang profesi kesehatan antaralain, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Pada kesempatan itu, Dr. dr. Ketut Suaranya, M.Kes, menyampaikan, bahwa ada 12 alasan yang mendasar mengapa RUU Kesehatan Omnibuslaw harus ditolak.
- Penyusunan RUU Kesehatan Omnibuslaw cacat secara prosedur karena di dalam penyusunannya dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi kesehatan.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw mengancam keselamatan rakyat dan juga hak rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang tidak memiliki etik dan moral yang tinggi.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan dari perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw dapat mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing yang berpotensi mengancam keselamatan pasien.
- Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan yang sejalan dengan masifnya investasi.
- Sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, dan organisasi profesi kesehatan maka hal tersebut mencederai semangat reformasi.
- Sarat kriminalisasi terhadap lembaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga tiga kali lipat.
- Pelemahan peran dan independensi konsil kedokteran indonesia dan konsil tenaga kesehatan indonesia kini berada dan menjadi bertanggung jawab menteri bukan kepada presiden lagi.
- Kekurangan tenaga kesehatan dan permasalahan maldistribusi adalah merupakan kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi kesehatan.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa memiliki kompetensi, keahlian dan kualifikasi yang jelas.
- RUU Kesehatan Omnibuslaw mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi kesehatan yang telah hadir untuk rakyat.
Merespon itu, Muharram Nurdin mengatakan, akan segera menyampaikannya ke Ketua DPRD Sulteng.
“Akan segera mungkin disampaikan kepada ketua untuk ditindaklanjuti”, ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi-IV DPRD Sulteng Alimuddin Paada menambahkan, bahwa hal tersebut secepatnya dikoordinasikan kepada para pihak terkait yakni, pemerintah pusat dan juga kepada DPR RI yang selaku pengambil kebijakan.
Anggota DPRD Sulteng lainnya, Faizal Lahadja, Aminullah BK, Nur Dg Rahmatu, dan Elisa Bunga Allo mendukung akan penolakan RUU Kesehatan Omnibuslaw.

 
													 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					