JAKARTA – Tak bisa dipungkiri bahwa bidang ekonomi memiliki peran yang signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan suatu negara.

Negara dikatakan maju apabila memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, yang ditunjukkan oleh nilai produk domestik bruto atau pendapatan nasionalnya.

Namun saat ini, sejumlah negara kini melaporkan terjadinya resesi ekonomi akibat dampak dari pandemi virus corona. Adapun negara tersebut yakni, Korea Selatan, Jerman, Singapura, Perancis, Italia, hingga Amerika Serikat.

Apa itu Resesi Ekonomi? 

Mengutip Wikipedia, dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi.

Resesi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, berikut di antaranya mengutip dari Kompas:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba Guncangan ekonomi adalah masalah serius yang datang tiba-tiba terkait keuangan. Contohnya pada 1970-an ketika OPEC memutus pasokan minyak tanpa peringatan. Wabah coronavirus juga mematikan ekonomi di seluruh dunia.

2. Utang yang berlebihan Ketika individu atau bisnis berutang terlalu banyak, biaya untuk melunasi utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka.

3. Gelembung aset Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk akan mengikuti. Investor menjadi terlalu optimisTIS selama ekonomi kuat. Kondisi ini disebut juga “kegembiraan irasional”. Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya. Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi. Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang sedang berlangsung di AS pada tahun 1970-an. Saat itu untuk menghentikan inflasi, suku bunga dinaikkan tapi justru menyebabkan resesi.

5. Terlalu banyak deflasi Walaupun inflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk. Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga. Ketika lingkaran umpan balik deflasi tidak terkendali, orang dan bisnis berhenti belanja, yang merongrong perekonomian.

6. Perubahan teknologi Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi. Pada abad XIX, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja. Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.

Dampak dari Resesi
Dampak ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi. Semisal ketika investasi anjlok saat resesi, maka secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan.

Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor.

Efek tersebut bisa berupa macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi. Juga, neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

Dalam skala riil, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah. Lalu, banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar. [***]