Di tengah riuh demonstrasi Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, Serikat Tani Sigi (STS) mengambil jalur yang berbeda. Tak ada orasi keras atau spanduk protes, yang terdengar justru suara cangkul dan alat pertanian di atas lahan dua hektare di Dusun Watampina, Desa Sibowi, Kecamatan Tanambulava, Kabupaten Sigi.

Ketua STS Kabupaten Sigi, Darvan Sahuri, menyebut keputusan itu sebagai bentuk aksi nyata petani dalam memperjuangkan hak dan kedaulatan mereka.

“Kami tidak ikut unjuk rasa. Kami lebih memilih memperingati May Day dengan membangun kebun kolektif, menanam cabai, jagung, dan terong. Ini bentuk perjuangan langsung,” ujarnya.

Langkah ini bukan sekadar simbolis. Pembukaan lahan kolektif tersebut menjadi bagian dari strategi jangka panjang STS untuk menguatkan ketahanan pangan, meningkatkan kemandirian ekonomi, serta mewujudkan reforma agraria sejati.

STS juga menjalankan program kaderisasi melalui Pendidikan Kader Reforma Agraria (PKRA) yang digagas Akademi Reforma Agraria Sejati (ARAS). Lewat pendekatan ini, STS tidak hanya membentuk petani produktif, tapi juga politis—yang paham akan hak atas tanah, tata kelola agraria, dan pentingnya sistem pertanian berkelanjutan.

Menurut Darvan, gerakan tani hari ini bukan lagi soal produksi saja, tetapi juga upaya kolektif melawan ketimpangan akses terhadap sumber daya agraria. Isu Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), mitigasi konflik, hingga penguatan kelembagaan petani menjadi agenda utama mereka.

Apa yang dilakukan STS Sigi menunjukkan bahwa memperingati May Day bisa bermakna lebih dalam. Bukan sekadar seremonial perlawanan, tapi juga aksi yang menanamkan harapan di tanah sendiri.***