AMPANA – Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) bekerja sama dengan Yayasan Toloka dan Badan Promosi Parawisata Daerah (BPPD) Kabupaten Tojo Una-Una akan menjadikan Kepulauan Togean khususnya Desa Tirpo sebagai Desa Tangguh Iklim melalui Ekowisata berbasis Masyarakat Adat Bobongko.

Hal tersebut diungkap berdasarkan hasil peninjauan lapangan dan penggalian gagasan yang dilakaukan oleh Ekonesia dan Yayasan Toloka. (5-7 Juni 2021)

Hasil dari Observasi tersebut, bahwa kepulauan Togean tidak hanya memiliki kekayaan keindahan bawa laut saja, namun kepulauan togean juga memiliki keragaman budaya oleh masyarakatnya. Terkhusus masyarakat Desa Tirpo (Masyarakat Adata Bobongko) yang bermungkin di Pulau Togean.

Masyarakat adat Bobongko memiliki keragaman budaya, salah satunya seperti Babalia ritual untuk pengobatan bagi orang sakit. Selain itu juga ada, Ritual menanam padi ladang, Ritual Sunatan masal dan sebagainya.

Yahya Prianto selaku Deputi Direktur Ekonesia mengatakan “masyarakat Bobongko memiliki banyak pengetahuan terhadap pelestarian lingkungan, seperti untuk menjaga pohon bakau (Mangrove). Berdasarkan pernyataan masyarakat, mereka menjaga pohon bakau untuk tempat bertelur ikan-ikan, sehingga masyarakat dalam mencari ikan tidak lagi harus jauh-jauh ke tengah laut.” Terangnya

Selanjutnya kata dia, Desa Tirpo atau wilayah masyarakat adat Bobongko ini sangat berpotensi untuk dijadikan Ekowisata Tangguh Iklim berbasis masyarakat adat. Karena dari sisi pengetahuan adat istiadatannya, mereka sudah melestarikan lingkungan dan potensi budaya yang dimiliki masyarakat adat Bobongko tentunya juga bisa dijadikan aktraksi pertunujukan untuk wisatawaan Asing yang berkunjung ke Pulau Togean.

Selain itu, Azmi Sirajuddin selaku Direktur Yayasan Ekonesia mengatakan, “Posisi Kepulauan Togean memang berpotensi menjadi lokasi percontohan ketangguhan iklim untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Mengingat secara ekosistem gugusan kepulauan Togean memenuhi syarat. Diantaranya berupa keragaman hayati yang kaya dan bernilai tinggi (High Conservation Value/HCV). Seperti hutan tropis, mangrove, terumbu karang dan biota laut lainnya. Bahkan hamparan terumbu karang di kawasan ini termasuk ke  dalam segi tiga terumbu karang dunia (Coral Triangle Reef)”. Ungkapnya

Selain keragaman hayati yang kaya dan bernilai tinggi, kawasan ini juga memiliki tingkat keragaman kultur lokal yang multikultur dan unik, terutama kearifan dan tradisi lokal pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan.

Atas dasar itulah, maka paa tahun 2019, UNESCO sebagai badan dunia di bawah PBB yang menaungi urusan pendidikan dan kebudayaan, menetapkan gugusan kepulauan yang cantik dan unik tersebut sebagai situs Cagar Biosfer Dunia. Yang kemudian diberi nama sebagai Cagar Biosfer Togean Tojo Una-Una.

Azmi juga  sebagai inisiator Celebes Low Carbon Initiative (CELCI) menjelaskan bahwa perpaduan kekayaan keragaman hayati dan keragaman kultur (biodiversity and culture diversity) dapat dikukuhkan untuk membangun konsep ketangguhan iklim berbasis komunitas. Dengan berbagai pendekatan aktivitas kongkrit.di level tapak seperti ekowisata.

“Kita berharap inisiatif baik.di tingkat lokal ini dapat memperoleh dukungan nasional, regional dan global. Sehingga target pengurangan emisi GRK Indonesia 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan.global dapat terwujud menuju target pengurangan emisi global di tahun 2030”, Ujar nya menambahkan.

Oleh karena itu, Celebes Low Carbon Initiative (CELCI) menyambut baik inisiatif bersama masyarakat setempat, EKONESIA, TOLOKA dan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Tojo Una-Una.