Meriah, Festival Rano Balaesang Jadi Momentum Hidup Selaras dengan Alam
Warning: Undefined variable $args in /home/infopena/public_html/wp-content/themes/liputanwp/inc/shortcode-bacajuga.php on line 56
DONGGALA – Pembukaan Festival Danau Rano bertajuk Festival Rano Balaesang, Sabtu 29 Februari 2020, berangsung meriah. Festival diramaikan dengan aneka kegiatan seperti pameran buah-buahan, pameran kerajinan, pameran produk olahan, workshop, FGD, pentas seni, dan talkshow.
Selain itu, pelaksanaan upacara adat Mompalit Rano, yakni mengelilingi danau, sebagai ungkapan permohonan kepada Tuhan, agar diberikan keselamatan, kesehatan, serta hasil panen dan danau melimpah.

Featival ini menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa masyarakat setempat mulai pulih pascabencana. Hadirnya festival ini juga memperlihatkan kepada publik, bagaimana langkah masyarakat Rano ke depan, untuk hidup selaras dengan alam.
Festival ini diinisiasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng bersama pemerintah dan masyarakat Desa Rano, Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala, dengan dukungan Eksekutif Nasional Walhi dan Yappika Action Aid.
“Konsep ini merupakan konsep tanding pembangunan ditawarkan Walhi, untuk mensejahterahkan masyarakat, dengan jalan berbeda dengan jalan sebelumnya dilakukan pemerintah, terkesan eksploitatif, dan tidak memiliki manfaat jangka panjang. Jalan tanding itu adalah selaras dengan alam dan memiliki manfaat pada masyarakat lokal,” ujar Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati, pada konferensi pers pembukaan Festival Rano Balaesang, Sabtu (29/2/), di lapangan Desa Rano.
Menurut Yaya, sapaan akrabnya, dalam festival ini, media memiliki peran strategis untuk menyampaikan ada apa di Rano kepada khalayak, bahwa Rano merupakan sebuah ekosistem unik, baik dari segi budaya, lingkungan, sumber daya, termasuk kerentanan bencana.
Salah satu poin penting dari hadirnya Walhi untuk melakukan pendampingan di Rano, adalah peningkatan kesiapsiagaan melalui pembangunan kembali kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana, baik disebabkan oleh alam, maupun oleh ancaman hadirnya industri ekstraktif di wilayah tersebut.
Hal sama juga diutarakan oleh Program Officer Livelihood Yappika, Hari Wijayanto. Menurut dia, festival ini sebuah cara untuk menyuarakan aspirasi dari warga di Rano, juga menyuarakan produk-produk dihasilkan di Rano, sehingga masyarakat luas bisa melihat.
Iven ini kata dia, diharapkan bisa mengenalkan ke publik, apa pihaknya bersama Walhi lakukan bersama masyarakat. “Harapannya upaya ini semakin berkembang dan ditopang dengan kebijakan pemerintah desa, terutama soal pengelolaan lingkungan. Kegiatan ini juga merupakan jendela untuk melihat lebih jauh harapan kita ke depan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulteng, Abdul Haris mengatakan, festival ini adalah upaya kami lakukan, sebagai upaya untuk memulihkan kembali situasi dan masyarakat di Rano pascabencana.
Menurut Haris, pihaknya mendorong festival ini, untuk bisa mengkampanyekan, ekosistem di Rano harus dijaga dan dilindungi dari ancaman industri ekstraktif.
Berkaitan dengan festival ini, Kepala Desa Rano, Samin mengatakan, selaku pemerintah dan mewakili masyarakat, pihaknya perlu menyampaikan, lingkungan di Rano adalah bagian dari kehidupan mereka.
“Kenapa kami sangat menyayangi tempat ini, karena masih banyak potensi alam yang menjadi bagian kehidupan masyarakat, yang tidak boleh hilang dan harus dijaga dengan pengelolaan yang berbasis kearifan lokal,” ujarnya.
Pihaknya juga berharap, kegiatan ini dapat menjadi agenda tahunan, sebagai upaya mempromosikan potensi wisata Danau Rano. [Red]

 
													 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					 
			    					