Yenny Wahid: Ma’ruf Amin Harus Mundur dari Rais Aam NU

JAKARTA — Putri almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid mengatakan, seluruh warga Nahdlatul Ulama (NU) tentu punya hak untuk berpolitik, termasuk seorang Rais Aam. Namun, jika terjun ke politik maka harus mundur dari jabatannya di struktur NU.

“Kalau sudah masuk politik ya harus melepaskan jabatannya di struktur NU,” kata dia dilansir dari Republika.co.id, Selasa (21/8).

“NU itu punya Qonun Asasi, punya Khittah yang berarti netral dalam berpolitik, dan punya semacam pedoman tingkah laku bernama Mabadi Khairu Ummah, itu semua yang jadi pegangan warga NU,” katanya.

Karena itu, Yenny menuturkan, Rais Aam PBNU Ma’ruf Amin yang mencalonkan diri sebagai cawapres pada Pilpres 2019 sebetulnya harus mundur dari jabatannya. Sebab, menurut dia, tidak boleh ada rangkap jabatan.

“(Rais aam) enggak bisa (merangkap jadi cawapres). Kalau sudah Rais Aam, ketua Tanfidziyah, memang peraturannya harus mundur. Tidak diperkenankan merangkap jabatan,” tutur dia.

Namun, Yenny mengaku belum mengetahui terkait apakah Ma’ruf sudah menyerahkan surat pengunduran diri. Terlebih, sampai Ma’ruf berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan haji, Yenny belum pernah bertemu dengan Ma’ruf Amin.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng yang juga adik kandung Gus Dur, KH. Sholahuddin Wahid setuju atas imbauan agar NU kembali ke Khittah 1926 dan tidak ditarik-tarik ke politik. Ini seperti imbauan Yenny Wahid agar NU secara organisasi tetap netral selama Pilpres 2019.

“Saya sepakat, struktur NU perlu duduk bareng untuk menyamakan persepsi. Karena sekarang NU sudah menjadi alat politik khususnya PKB,” kata pria yang akrab disapa Gus Sholah ini kepada Republika, Senin (20/8).

Secara kultural, dia mengakui, memang tidak ada masalah NU dengan PPP dan PKB. Namun secara organisasi menurut dia, NU akan sangat rugi bila ditarik ke PPP atau ke PKB. Sebab, kader NU itu tersebar di berbagai partai politik, bukan hanya di PPP dan PKB.

Komentar