Wanita Tangguh di Duyu Ini Bisa Sekolahkan Dua Anaknya Meski Kondisi Ekonomi Pas–Pasan

PALU – Cuaca di Kelurahan Duyu cukup cerah saat tim Medcom PKBI JMK OXFAM, mendatangi kelurahan itu untuk bertemu sosok ibu tangguh yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga tingkat pendidikan tinggi ditengah kondisi ekonomi yang pas – pasan.

Dia adalah Rosmin, usianya kini sudah 48 tahun. Dalam konsisi ekonomi yang serba pas – pasang, dia memiliki tekad kuat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi agar kehidupannya kelak tak seperti kedua orang tuanya.

Ya, itulah harapan besar yang terbesit dibenak ibu Rosmin, sehingga dengan kerja keras dan tak kenal lelah, dia menggeluti usaha yang telah dipelajarinya sejak masih remaja dulu untuk membiayai sekolah kedua anaknya. Usaha itu adalah kerajinan Gerabah yang diwarisinya dari kedua orang tuanya.

Usaha Gerabah ini lah, yang berhasil mengantarkan kedua anaknya selesai dari pendidikannya yakni satu sebagai perawat bernama Jurni, S. Kep.Ns usai 27 tahun dan satu lagi sebagai bidan bernama Nuryana, A.Md.Keb usai 22 tahun.

Jurni yang selesai sekolah perawat, kini sudah bekerja di Rumah Sakit (RS) Samaritan, Palu. Sementara adiknya Nuryana kini juga sudah selesai, namun harus menunggu dulu Surat Tanda Register (STR) baru bisa bekerja atau membuka praktek sendiri.

Rosmin benar – benar yakin bahwa kerja kerasnya, tidak akan sia – sia. Keyakinan itulah yang menjadi modal besarnya dalam menggeluti usaha Gerabah untuk membiayai sekolah kedua anaknya.

Ibarat pepatah “Hasil tidak akan pernah menghianati proses”. Seperti itulah yang dirasakan Ibu Rosmin, saat kedua anaknya kini telah selesai dari studinya.

Usahanya membuat Gerabah selama bertahun – tahun, tentu bukanlah hal mudah. Dibutuhkan konsistensi, kerja keras, kemauan kuat hingga usaha itu bisa terus bertahan hingga saat ini. Ya, karena usaha itu dikerjakan dengan keterampilan tangan.

Gerbah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk dengan tangan, kemudian dibakar untuk kemudian dijadikan alat-alat rumah tangga berupa piring, kendi, guci, tempayan, anglo, kuali, celengan, pot bunga, keramik, hiasan serta berbagai pernak pernik rumah tangga lainnya.

Rosmin mengaku, sudah belajar membuat Gerabah sejak masih usai remaja. Ia mewarisi keterampilan membuat Gerabah dari kedua orang tuanya yang juga pembuat Gerabah.

“Saya sudah belajar buat Gerabah ini waktu masih cewek,” tutur Rostin.

Suami ibu Rosmin hanyalah buruh bangunan yang kadang dapat pekerjaan, namun juga tidak sema sekali. Sebagai buruh bangunan, tentu saja tak bisa mendapatkan hasil rutin setiap bulan. Jika pekerjaan lagi banyak, maka suaminya juga bisa mendapatkan hasil yang banyak. Namun jika pekerjaan lagi sepi, maka suaminya mencari pekerjaan serabutan lainnya.

Rosmin menyadari betul hal itu, sehingga jika hanya bergantung dengan hasil pekerjaan suaminya, tentu saja Rosmin akan sulit bisa menyekolahkan kedua anaknya hingga bisa selesai seperti saat ini, karena hasil pekerjaan suami sudah dialokasikan untuk kebutuhan sandang dan pangan keluarga. Praktis, biaya untuk menyekolahkan kedua anaknya, menjadi tanggungjawab ibu Rostin.

Kondisi ekonomi yang pas – pasan itulah, yang membuat Rosmin betekad untuk menggeluti usaha Gerabah agar bisa membiayai sekolah kedua anaknya.

Menurut Rosmin, proses pembuat Gerabah bisa mencapai satu minggu yang dimulai dari mengambil tanah liat di atas pegunungan Duyu, kemudian dijemur satu hari diterik matahari yang panas, setelah itu direndam dengan air satu malam, besoknya lalu dinjak – injak, setelah itu dibuat adonan untuk membentuk Gerabah yang dibuat seperti pot bunga, belanga, tempayan air, serta beberapa macam kerajinan lainnya sesuai pesanan orang.

Setelah itu, semua Gerabah yang telah dibuat lalu dibakar seperti proses pembakaran batu bata. Setelah dibakar dan Gerabah sudah mulai merah, barulah dijual kepada pengepul atau langsung ke pasar.

Walapun proses pembuatannya tergolong rumit dan membutuhkan kesabaran, Rosmin mengaku sudah menikmati pekerjaan itu, karena dari keterampilan itu dia bisa mendapatkan pemasukan tetap hingga Rp1,5 juta per bulan.

“Dalam satu bulan, kita biasa dua kali pembakaran dengan hasil lebih dari satu juta setelah Gerabah dijual,” katanya.

Dari hasil pembuatan Gerabah inilah yang dikumpul oleh Rostin untuk biaya sekolah kedua anaknya hingga selesai dari studinya.

Rostin mengaku, dari keterampilan membuat Gerabah itu juga yang membuat dirinya dua kali diberangkatkan Pemerintah Kota Palu mengikuti pelatihan di luar daerah mewakili Kota Palu yakni di Menado dan di Yogyakarta.

Rosmin mengaku, saat mengikuti pelatihan itu mereka diajarkan cara membuat keramik. Setelah pelatihan, ibu Rosmin bersama beberapa ibu – ibu Kelurahan Duyu lainnya mendapatkan bantuan peralatan dari Pemerintah Kota Palu agar usaha Gerabah dan pembuatan keramik bisa maju dan berkembang, sehingga bisa meningkatkan ekonomi mereka.

Namun sayang, alat yang diberikan Pemerintah Kota Palu tidak bisa digunakan, karena tidak sesuai dengan alat yang ditunjukan kepada mereka saat mengikuti pelatihan di Yogyakarta.

“Alatnya baru uji coba, tapi hasilnya tidak bagus. Gerabah yang kami coba bakar dengan alat itu bukannya merah, malah hitam. Teknisinya bilang masih akan diperbaiki dulu, tapi sempai sekarang sudah tidak muncul – muncul lagi,” kata Rosmin.

Rosmin mengatakan, karena alat yang diberikan Pemerintah Kota Palu tidak bisa digunakan, mereka akhirnya kembali membuat Gerabah di rumah masing – masing dan menjualanya juga masing – masing.

Saat pulang dari pelatihan, mereka sempat dibentuk kelompok dengan jumlah 15 orang. Harapannya jika alat bantuan Pemerintah Kota Palu berfungsi dengan baik, maka ibu – ibu pembuat Gerabah akan membuat bersama dalam satu tempat karena sudah ada alat.

Namun karena alat tidak berfungsi baik, ya mereka akhirnya kembali membuat Gerabah di rumah masing – masing.

Saat program PKBI JMK OXFAM masuk di Kelurahan Duyu, Rosmin juga bergabung di kelompok pertanian bersama 15 orang ibu – ibu di Kelurahan Duyu lainnya.

Di kelompok ibu – ibu pertanian dampingan PKBI JMK OXFAM ini, ibu Rosmin dipercaya sebagai bendahara kelompok. Posisinya sebagai bendahara, membuat ibu Rosmin harus aktif di kelompok pertanian itu.

Ibu Rosmin termasuk salah satu anggota yang paling rajin ke kebun kelompok pertanian yang lokasinya bersebelahan dengan usaha pembuatan Gerabah yang juga ditekuninya.

“Saya tertarik masuk di kelompok pertanian PKBI JMK OXFAM ini, supaya saya juga bisa belajar menanam sayuran dan tahu juga masalah – masalah pertanian,” tuturnya.

Rosmin mengaku, modal usaha yang mereka dapatkan dari PKBI JMK OXFAM digunakan untuk membeli peralatan seperti tangki air, selang, pacul, tandu – tandu, sube – sube, topi – topi, sarung tangan, timbangan, bibit, serta biaya pembukaan lahan.

Setiap hari, anggota kelompok bergantian bergantian datang membersihkan kebun. Tapi jika hari minggu, semua anggota hadir membersihkan kebun.

Untuk tahap awal, kelompok ibu – ibu Kelurahan Duyu ini baru menanam terong dan rica.

“Sudah empat kali panen. Tapi karena harga terong murah hanya Rp10 ribu per 30 biji, kita berhenti dulu panen karena hanya habis dibiaya ojek ke pasar harganya,” ujarnya.

Rosmin berharap, kiranya harga terong bisa kembali stabil agar harga jual hasil kebun mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari – hari dan juga bisa disimpan sebagai kas kelompok.

Rosmin mengaku, jika harga terong terus tidak stabil, maka setelah selesai panen terong itu, mereka akan menanam sayuran lain lagi. Tapi hal itu akan dibicarakan dulu dengan semua anggota kelompok lainnya, serta melihat apa yang dibutuhkan masyarakat atau para pembeli di pasar.

Menjalani dua kegiatan yakni usaha gerabah dan bertani bersama anggota kelompok lainnya, tidak membuat Rosmin kesulitan. Apalagi kedua usaha itu hanya bersebelahan tempat, sehingga dua – duanya dapat dijalani dengan baik tanpa mengabaikan salah satunya.

“Mudah – mudahan, bantuan yang diberikan PKBI JMK OXFAM ini bisa terus kami kembangkan, walaupun sudah tidak ada lagi pendampingan dari PKBI JMK OXFAM,” tutupnya. [MEDCOM PKBI JMK OXFAM]

Komentar