Perekonomian Eropa dan Tiongkok saat ini sedang mengalami perlambatan sehingga menimbulkan kekhawatiran pada perekonomian global. Di sisi lain, situasi fiskal AS menambah tekanan terhadap kondisi perekonomian yang sudah rapuh sehingga menyebabkan gejolak di pasar keuangan.
Hal ini mengakibatkan imbal hasil UST mencapai rekor tertinggi selama 15 tahun terakhir. Perlambatan dan ketidakpastian keuangan berdampak besar pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Arus keluar modal baik di pasar saham maupun obligasi telah memberikan tekanan pada nilai tukar lokal.
Selain itu, aktivitas perekonomian juga terdampak, terutama ekspor yang mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2023 lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan ekspor barang dan jasa.
Sayangnya, perlambatan ekonomi global diperkirakan akan terus berlanjut sehingga berpotensi menyeret pertumbuhan pada kuartal keempat di bawah 5 persen.
Akibatnya, terdapat risiko tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di bawah 5 persen pada tahun 2023.
Selain itu, dampak El Nino juga perlu diwaspadai karena El Nino telah menyebabkan inflasi volatil food dan kenaikan harga beras.
Untuk merespons kondisi tersebut diperlukan paket kebijakan untuk stabilisasi ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat. Paket kebijakan diperlukan untuk menstabilkan perekonomian dan menjaga daya beli masyarakat dalam menghadapi keadaan ini. Paket tersebut berisi tiga kebijakan utama.
Kebijakan awal berfokus pada peningkatan bantuan sosial untuk melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan. Hal ini berarti memberikan tambahan 10 kg beras sebagai bantuan pangan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat, termasuk mereka yang terdaftar dalam program PKH dan/atau penerima bahan makanan pokok. Alokasi kebijakan ini sebesar Rp 2,67 triliun. Selain itu, Bantuan Langsung El Nino Tunai (BLT) sebesar Rp200 ribu per bulan akan diberikan selama dua bulan (November-Desember 2023) kepada 18,8 juta keluarga yang membutuhkan, dengan anggaran Rp7,52 triliun.
Kebijakan kedua bertujuan untuk mempercepat penyaluran Program KUR, guna mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tengah kenaikan suku bunga. Akselerasi tersebut akan difasilitasi melalui layanan perbankan akhir pekan, dengan tujuan mengoptimalkan penyaluran dana KUR. Targetnya program KUR mencapai realisasi sebesar Rp 297 triliun hingga akhir tahun 2023, dibandingkan saat ini sebesar Rp 177,5 triliun per September 2023.
Kebijakan ketiga berfokus pada penguatan sektor perumahan, dengan menyadari adanya efek multiplier (pengganda) yang signifikan terhadap perekonomian secara keseluruhan. Ketika sektor perumahan mengalami penurunan kinerja, intervensi sangat penting untuk menghidupkan kembali pertumbuhannya dan berkontribusi terhadap kinerja perekonomian secara keseluruhan, terutama dalam menghadapi perlambatan ekonomi global. Dukungan yang dialokasikan pada sektor perumahan diarahkan pada rumah komersil, rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan rumah masyarakat miskin. Perkiraan total kebutuhan anggaran kebijakan ini pada tahun 2023 dan 2024 adalah sebesar Rp3,7 triliun.
Dukungan rumah komersial berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp 5 miliar. Namun, pemerintah tetap akan memungut Kena Pajak Dasar (DPP) sebanyak-banyaknya Rp 2 miliar dalam jangka waktu 14 bulan (November 2023 hingga Desember 2024). Pemberian pembebasan PPN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (i) pada bulan November 2023 sampai dengan Juni 2024 diberikan pembebasan sebesar 100%, dan (ii) pada bulan Juli 2024 sampai dengan Desember 2024 diberikan pembebasan sebesar 50%.
Dukungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dilakukan melalui Pemberian Bantuan Biaya Administrasi (BBA) selama 14 bulan dengan nilai bantuan sebesar Rp4 juta per rumah. Pada bulan November – Desember 2023 diberikan kepada 62 ribu unit, dan di periode tahun 2024 diberikan kepada 220 ribu unit.
Sedangkan dukungan untuk rumah masyarakat miskin dilakukan melalui penambahan target bantuan rumah Sejahtera Terpadu (RST) sebanyak 1,8 ribu rumah November-Desember 2023. Bantuan RST tersebut mencapai Rp20 juta per rumah.
Di tengah tantangan yang dihadapi, dengan berbagai paket kebijakan ekonomi tersebut diharapkan APBN tetap terus dioptimalkan untuk menjalankan fungsi stabilisasi dan shock absorber untuk tetap melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan, serta dapat menjaga pertumbuhan ekonomi 2023 di kisaran 5 persen.