Sulteng Menjemput Kedatangan “Ibu Kandung “

PALU, Infopena.com – Kursi Wakil Gubernur (Wagub) Sulteng, pasca di tinggal almarhum H Sudarto, terus saja menjadi isyu publik yang tak pernah redup. Masalahnya, untung rugi dari kekosongan jabatan politik ini, bag bola salju, karena di satu sisi jika tidak segera terisi akan memberikan kerugian bagi masyarakat Sulteng.

Karena disadari, posisi Wagub sebagai pengawas sekaligus, koordinator akan memberikan sumbangsih terhadap jalannya roda pemerintahan di daerah ini. Delapan tugas pokok yang harus di emban yakni pertama membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan jalannya pemerintahan, mengkoordinasikan kegiatan istansi vertilal di daerah, menindaklanjuti laporan atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota, memberikan sara dan pertimbangan kepada kepala daerah, melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintah lainnya yang diberikan oleh kepala daerah serta melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah jika berhalangan.

Dari prespektif tersebut, Husen Andi Nawi Djalalembah SH berpendapat bahwa sudah saatnya masyarakat Sulteng, menjemput kedatangan “ibu kandung”.

Menurutnya, kursi Wagub ini harus segera di isi, agar tidak memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat Sulteng. Jika tidak, akan berdampak, pada berbagai sektor, seperti pertanian, perkebunan dan peternakan. Sebagai contoh, lahan pertanian kelas satu dan dua pun banyak yang terlantar dan jadi lahan tidur.
Bahkan rata- rata per kabupaten mencapai kurang lebih 500 hektar yang terlantar. Dan paling banter hanya sekali panen dalam setahun. Harusnya panen dua sampai tiga kali setahun. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan serta perhatian dari pemerintah. Begitu pun sektor perkebunan. Banyak perkebunan kakao milik masyarakat yang terlantar. Sesungguhnya lahan perkebunan itu bisa di kombain dengan peternakan, agar kedua sektor ini saling mengisi. Dengan demikian pasti lahan- lahan ini tidak tidur.

Kemudian dari sektor perikanan, harus di kombain dengan insdustri pengalengan, sekaligus eksport ikan segar. Sehingga tidak perlu ditangani oleh provinsi lain, tetapi harus di kelolah oleh Sulteng sendiri, karena daerah ini memiliki bandara Mutiara dan pelabuhan Pantoloan.

Sasaran pokok dengan adanya lahan tidur di Sulteng bisa mencapai sejuta hektar. Semua ini dapat difungsikan manakala antara perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa dalam, gaharu di kombain dengan peternakan sapi, kambing dan domba. Karena diareal perkebunan ada rumput yang subur, serta kotoran hewan dapat diolah menjadi pupuk organik, untuk kebutuhan perkebunan. Dengan demikian akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang nganggur.

Ditambahkan Husen, disini juga akan dibutuhkan tenaga-tenaga ahli dan profesional, baik dari universitas, maupun dari kalangan pemerintah sendiri. Dan ini telah dilakukan oleh negara- negara maju seperti Japan, China dan America Serikat.

Perlu kita sadari bahwa negara kita berada di garis khatulistiwa, sehingga dalam sepanjang tahun terjadi siklus iklim, musim hujan dan panas tanpa adanya musim dingin. Inilah kelebihan Indonesia. Contoh kasus, di Indonesia, kelapa sawit dalam masa tiga tahun sudah bisa produksi, sementara negara lain harus memakan 8 sampai 11 tahun. Begitu pun dengan tanaman perkebunan lainnya.
” Siklusnya satu berbanding tiga,” cetus Husen.

Jika tidak di manfaatkan, maka kelebihan rahmat Allah terhadap bangsa Indonesia mubazir. Disinilah dibutuhkan peranan atau fungsi seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi. Apakah hal ini kita sadari atau acuh tak acuh.
Olehnya Husen Andi Nawi mempertanyakan political will pemerintah Sulteng tentang pengisian jabatan Wagub, karena dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 180 ayat 2, di tegaskan,bahwa setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota, atau meloloskan calon dan atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 7 dan pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 96 bulan serta denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 96 juta.
Apakah sampai saat ini masyarakat Sulteng masih menganggap berat sebongkah batu 1 kg sama dengan berat sebongkah perak 1 kg. Untuk lebih jelasnya nonton youtube satu, Sulteng Menunggu Kedatangan Ibu Kandung dan kedua, Sulteng Menjemput Kedatangan Ibu Kandung.

Olehnya, kepada partai pengusung sangat diharapkan untuk sesegera mungkin merealisasikan kesepakatan yang telah dibangun bersama, agar terwujud apa yang menjadi harapan di hatisanubari seluruh masyarakat Sulteng.
” Semoga Allah meridhoi perjuangan serta keinginan masyarakat Sulteng.. Aamiin,aamiin YRA,” tandas Husen.(Agus Manggona)

Komentar