JAKARTA — Rupiah kembali melemah hingga menembus Rp14.442 per dolar Amerika Serikat dan mencatat pelemahan paling tajam sepanjang tahun berjalan. Penguatan nilai tukar terbaik pada tahun ini terjadi pada 25 Januari ketika menyentuh Rp13.289 per dolar AS.
Pada perdagangan Kamis (19/7), mata uang Garuda berada dalam zona merah dengan pelemahan 28 poin atau 0,19% menjadi Rp14.442 per dolar AS. Sepanjang perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp14.415–Rp14.425 per dolar AS.
Kepala Riset dan Analis PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengungkapkan, rupiah kali ini tertekan oleh pernyataan Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell yang menyatakan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga AS dua kali lagi sampai akhir 2018.
Powell menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS bakal tetap stabil. Apalagi, indeks dolar AS berada posisi 95,37 naik 0,28 poin atau sekitar 0,41% dari posisi hari sebelumnya dan sempat menyentuh 95,40.
Laporan Powell di hadapan Dewan AS juga menyinggung imbal hasil obligasi yang juga turut mengalami kenaikan di mana untuk tenor 2 tahun berada pada posisi 2,62%, pertumbuhan tertinggi sejak Agustus 2008.
Kondisi itu semakin menguatkan greenback dan menempatkan rupiah dalam pelemahan lebih dalam dibandingkan dengan pergerakan beberapa hari belakangan. Sepanjang tahun berjalan, rupiah telah terdepresiasi hingga 6,40%.
Sementara itu, Ariston menilai bahwa dari dalam negeri belum ada faktor yang bisa membantu menguatkan nilai tukar rupiah. Analis yakin bahwa Bank Indonesia segera melakukan intevensi untuk penguatan rupiah dan menantikan penurunan cadangan devisa.
“Faktor domestik, pelemahan mata uang Garuda juga disebabkan oleh kekhawatiran investor akan tahun politik dalam negeri,” ujarnya dihubungi Bisnis, Kamis (19/7/2018).
Ariston memproyeksikan level resistan rupiah akan berada pada Rp14.540 per dolar AS dengan posisi support berada pada level Rp14.420 per dolar AS.
Sumber: Bisnis.com
Komentar