SIGI – Instruksi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Sigi kepada 175 desa untuk menyiapkan beras 2 ton di masing-masing wilayahnya melalui APBDesa mendapat dukungan dari pihak DPRD setempat.
Persiapan 2 ton beras perdesa yang ada di wilayah Kabupaten Sigi itu untuk penguatan ketahanan pangan dalam bencana non alam yakni pandemi Covid-19 yang kini telah menggurita di tanah air, bahkan di seluruh dunia.
Dukungan itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Sigi Rahmat Saleh, Kamis (09/04). Menurutnya, pencadangan pangan tersebut kepada setiap desa melalui APBDesa sangatlah tepat mengingat pandemi ini tidak diketahui kapan masa berakhirnya.
“Penyampaian ini pernah dimuat di salah satu media, dan tentunya kita sebagai perwakilan rakyat sangat mendukung kebijakan pemerintah tersebut dalam pencadangan pangan ini,”kata Rahmat.
Namun yang menjadi masalah menurut Rahmat, dari 176 desa di Kabupaten Sigi, baru 3 desa yang baru melakukan pencairan Dana Desa (DD), 21 desa lainya telah mendapatkan rekomendasi dari Kadis PMD dan dalam proses di KPN, sementara sisanya 152 Desa masih dalam proses asistensi.
Alur prosedur ini kata Rahmat menjadi pertanyaan, kapan pemerintah desa akan melaksanakan kebijakan itu sementara dana yang akan di gunakan belum terproses?.
Hal ini kata dia, tentu menjadi kritik terhadap Pemerintah Daerah Sigi, yang mana tidak adanya penyesuaian metode asistensi sehingga menjadi lebih pendek, sederhana dan cepat, yang disesuaikan dengan kondisi darurat saat ini.
“Padahal, penyelenggaraan keuangan mulai dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten, telah direstrukrisasi kebijakannya dalam hal kedaruratan,”tandasnya.
Rahmat mencontohkan, APBD Kabupaten. berdasarkan Permendagri No 20 Thn 2006, tentang percepatan penanganan Covid 19 di lingkup Pemerintah daerah, dalam peraturan ini Pemda diberi kewenangan untuk merelokasi, refungsionalisasi bahkan membelanjakan APBD, mendahului pembahasan dan persetujuan Perubahan APBD dengan DPRD.
Mekanisme ini kata dia, menunjukan adanya respon kedaruratan, baik secara substansi maupupun prosedur, dalam bentuk penyederhanaan dan percepatan.
“Respon seperti ini dibutuhkan dalam situasi kedaruratan. namun sayangnya dari semua level penyelenggaraan keuangan pemerintah, sifat kedaruratan ini tidak diberlakukan pada level pemerintah desa. Padahal semua tingkatan pemerintah sedang berkonsentrasi menghadapi permasalahan yang sama,”ujar Rahmat Saleh.
Rahmat yang juga direktur Karsa Institut ini menilai, prosedur Asistensi APBDes saat ini masih tetap sama dengan prosedur sebelumnya, sejak dari kecamatan hingga kabupaten.
Di kabupaten setiap desa, secara berturut harus berhadapan dan mendapatkan paraf dari 8 tim asistensi, di Dinas PMD, Bagian Hukum dan BKAD, sebelum mendapatkan rekomendasi permohonan pembayaranan di Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
Untuk melewati alur prosedur itu, banyak aparat desa, terutama dari desa-desa yang jauh dari pusat pemerintahan mau tidak mau harus menghabiskan waktu berhari-hari, bahkan minggu, untuk pulang pergi bahkan menginap di Palu atau di sekitar pusat pemerintahan sigi sekarang ini.
Belum lagi jam kerja pemerintah diperpendek ke pukul 14.00 wita, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan menjadi semakin memakan hari.
“Padahal pada saat yang sama, pemerintah termasuk juga aparat desa ini, senantiasa menghimbau masyarakat untuk menerapkan social distancing, tetap di rumah dan membatasi pergerakan. Keadaan ini manempatkan para kepala desa dan aparatnya untuk berada pada situasi yang sulit dan dilematis, “tandasnya.
Terpenting kata dia, keberadaan para Kades saat ini sangat dibutuhkan di desanya untuk memimpin warga desa dalam mencegah penyebaran Covid 19, memimpin warga desa untuk menanggulangi dampak social ekonomi akibat pandemic Covid 19.
“Saya berharap situasi ini bisa segera diatasi dan ada terobosan nyata yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menyelesaikan asistensi yang berlarut-larut ini. Misalnya memperbanyak Desk asistensi atau tenaga yang terlibat dalam desk asistensi,” tutup Rahmat. (Hady/Ardi)
Komentar