Pengamatan selintas secara sederhana memanfaatkan peta jadul Kota Palu, dan juga peta Google Map dapat dipakai untuk membuat hipotesa menarik tentang fenomena likuifaksi (pembuburan tanah) yang sangat mengagetkan saat Gempa Palu ini.
Hampir semua geosaintis terkaget-kaget melihat sangat parahnya akibat fenomena likuifaksi (pembuburan tanah) di Palu ini, Magnitudnya sampai seperti sebuah longsoran besar disaat gempa. Longsoran akibat goyangan gempa juga terjadi saat gempa di Lombok. Namun itu merupakan “longsoran kering”, hampir tidak ada air yang terikut dalam proses longsorannya.
“Wah Pakde, istilah pembuburan tanah, sebagai terjemahan liquefaction ya ?”
“Ya supaya mudah dipahami, bagaimana tanah berubah menjadi seperti bubur akibat getaran. sebut saja pembuburan tanah. Semoga saja dipakai para ahli lain supaya mudah dipahami”
Seperti sudah dijelaskan beberapa kali bagaimana proses likuifaksi (eh pembububuran tanah) ini terjadi, terlihat ada tiga lokasi yang mengalami likuifaksi sangat besar yaitu di Balaroa, Petobo dan Jono Oge. Kita coba lihat masing-masing apa saja karakteristik yang dapat teramati.
Pembuburan Tanah Balaroa
Balaroa terletak sangat dekat atau bahkan tepat pada lokasi Sesar Palu Koro. Sangat mungkin lokasi ini mengalami getaran sangat kuat karena berada tepat pada zona Sesar.
Likuifaksi di Balaroa ini sangat mungkin disebabkan oleh pembuburan tanah akibat kuatnya getaran yang bersumber didekatnya (Sesar Palu Koro).
Mengapa lokasi disini yang terkena pembuburan sedangkan disebelahnya tidak ? Tentunya ini perlu diteliti lebih lanjut. Perlu dilakukan tinjauan ke lokasi dengan melihat profil tanah dibawahnya, besarnya sudut lereng setempat sebelum terjadi. Dan kandungan air didalam lapisan yang mengalami pembuburan.
Pembuburan Tanah – Longsor Petobo
Lokasi Pembuburan – Longsoran Petobo berada dibawah saluran air irigasi Gumbasa.
Peta foto satelit ini menunjukkan bahwa “crown” dari longsoran berujung pada saluran irigasi, ini menyebabkan adanya kecurigaan dari peran saluran ini pada fenomena likuifaksi ditempat ini.
Dari perkiraan (cartoon) sayatan membujur sepanjang longsoran, sangat wajar apabila proses longsoran ini juga dipengaruhi adanya kandungan air didalam lapisan akuiver (lapisan mengandung air) dibawah daerah Petobo ini.
Pengamatan dengan menggunakan Google Street juga menujukkan bahwa saluran ini memang terisi air, dan air berhenti pada ujung saluran irigasi ini. Dari pengamatan peta jadul kota Palu, menunjukkan bawa saluran ini sudah ada sejak jaman Belanda (Peta Kruyt, 1938). Dengan demikian sangat mungkin air yang dialirkan ini mengairi sepanjang saluran, dan apabila saluran ini memang benar tidak ada perkerasan (semen) dibagian bawahnya, maka sangat mungkin air akan terserap kebawah dan mengisi akuifer dibawahnya, sehingga sangat jenuh air.
“Pakde, berarti kalau semakin jenuh, semakin tinggi potensi terjadinya likuifaksi ya ?”
“Harus kita teliti lebih lanjut Thole. Ini hanya dugaan, atau hipotesa, supaya dapat ditindak lanjuti kawan-kawan geosaintis yang lebih ahli”
Pembuburan Tanah – Longsoran di Jono Oge.
Longsoran yang di Jono Oge, terlihat lebih memanjang, lokasi ini ujungnya (crown) juga berada pada saluran Irigasi Gumbasa yang jebol saat bencana ini terjadi. Sehingga diperkirakan faktor lain akibat adanya saluran ini memang memungkinkan menambah parahnya kerusakan di Jono Oge.Mirip seperti yang terjadi di Petobo, walau relatif agak jauh dari Sesar Palu – Koro sisi Barat yang mengalami pergeseran (dislokasi yang telah terpetakan dari citra satelit. Namun diperkirakan Jono Oge mengalami pembuburan tanah seperti di Petobo.
Kerusakan di Jono Oge ini menjadi lebih meluas atau memanjang, diperkirakan karena lereng yang lebih curam, juga diperkirakan pembuburan tanah ini menyebabkan runtuhnya saluran sehingga kandungan air didalam akuifernya lebih jenuh, ditambah air yang mengguyur akibat jebolnya saluran.
“Whadoh Pakde. Berarti ada faktor bawaan tanahnya yang sudah jenuh air, besarnya getaran yang memicu pembuburan, ditambah lagi adanya kemiringan lereng yang curam”
“Nah wis pinter kowe, Thole (y)”
Semua yang ditulis diatas tentunya masih hipotesa dugaan yang harus ditindak lanjuti dengan pengamatan di lapangan dengan pengukuran yang lebih presisi, pengamatan profil batuan (stratigrafi), serta peta mikrozonasi kegempaan yang menjadi peneyebab pembuburan tanah di Palu.
“Iya Pakde, yang penting buat saya adanya istilah baru ‘PEMBUBURAN TANAH””
Sumber: Geologi.co.id
Komentar